BPJS Kesehatan akan menindak tegas fasilitas kesehatan (faskes) yang terbukti melanggar perjanjian kerja sama sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam kontrak yang telah disepakati.
Penindakan yang dilakukan mencakup penyampaian teguran hingga pemutusan hubungan kerja sama dengan fasilitas kesehatan yang terbukti melanggar perjanjian kerja sama.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya Herman Dinata Mihardja dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan BPJS Kesehatan tengah memantau ketat penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang berkaitan dengan penanganan COVID-19.
"Yang sedang kami pantau secara ketat saat ini sehubungan dengan mewabahnya COVID-19 adalah upaya dari pihak tertentu untuk menjadikan rapid test COVID-19 ini sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan termasuk kepada peserta JKN - KIS. Terlebih bila peserta JKN harus mengeluarkan biaya untuk menjalani pemeriksaan tersebut," katanya.
"Adanya urun biaya di luar ketentuan adalah hal yang tidak diperkenankan sebagaimana tertuang dalam pasal 4 ayat 4a pada naskah perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit tentang kewajiban rumah sakit untuk tidak melakukan pungutan biaya tambahan di luar ketentuan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional," Herman menambahkan.
Ia mengatakan, BPJS Kesehatan berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi peserta selama masa pandemi, termasuk di antaranya memastikan alur pelayanan berjalan dengan baik dan hak peserta diberikan sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian kerja sama.
Apabila ada rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja sama, ia melanjutkan, BPJS Kesehatan akan melakukan evaluasi, melayangkan teguran, hingga memutuskan kerja sama sebagaimana kesepakatan dalam kontrak antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit.
Dalam hal ini, evaluasi dilakukan dengan melibatkan Dinas Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit, hingga Badan Pengawas Rumah Sakit.
Selain itu, sesuai dengan surat edaran dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), bahwa rumah sakit tidak melakukan promosi berlebihan terhadap pelayanan pemeriksaan awal COVID-19 menggunakan alat tes diagnostik cepat karena metode itu hanya merupakan alternatif diagnosis untuk mendeteksi adanya infeksi virus corona penyebab COVID-19 pada pasien.
"Pemeriksaan rapid test screening COVID-19 tidak boleh dijadikan persyaratan untuk pasien agar dapat dilayani dan biayanya dibebankan kepada pasien karena bersifat memaksa dan melanggar hak-hak pasien," kata Herman.
Herman menambahkan, hingga saat ini ada 49 rumah sakit yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di wilayah Kota Surabaya dengan jumlah layanan yang diberikan sebanyak 161.328 untuk kasus rawat jalan dan 12.780 layanan untuk kasus rawat inap selama bulan April 2020.
"Kami akan terus memantau rumah sakit mitra kami dalam memberikan layanan terhadap peserta JKN-KIS agar tetap memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan koridornya, hal ini sesuai dengan komitmen kita bersama ketika kontrak kerja sama ditandatangani," demikian Herman Dinata Mihardja.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
Penindakan yang dilakukan mencakup penyampaian teguran hingga pemutusan hubungan kerja sama dengan fasilitas kesehatan yang terbukti melanggar perjanjian kerja sama.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya Herman Dinata Mihardja dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan BPJS Kesehatan tengah memantau ketat penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang berkaitan dengan penanganan COVID-19.
"Yang sedang kami pantau secara ketat saat ini sehubungan dengan mewabahnya COVID-19 adalah upaya dari pihak tertentu untuk menjadikan rapid test COVID-19 ini sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan termasuk kepada peserta JKN - KIS. Terlebih bila peserta JKN harus mengeluarkan biaya untuk menjalani pemeriksaan tersebut," katanya.
"Adanya urun biaya di luar ketentuan adalah hal yang tidak diperkenankan sebagaimana tertuang dalam pasal 4 ayat 4a pada naskah perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit tentang kewajiban rumah sakit untuk tidak melakukan pungutan biaya tambahan di luar ketentuan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional," Herman menambahkan.
Ia mengatakan, BPJS Kesehatan berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi peserta selama masa pandemi, termasuk di antaranya memastikan alur pelayanan berjalan dengan baik dan hak peserta diberikan sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian kerja sama.
Apabila ada rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja sama, ia melanjutkan, BPJS Kesehatan akan melakukan evaluasi, melayangkan teguran, hingga memutuskan kerja sama sebagaimana kesepakatan dalam kontrak antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit.
Dalam hal ini, evaluasi dilakukan dengan melibatkan Dinas Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit, hingga Badan Pengawas Rumah Sakit.
Selain itu, sesuai dengan surat edaran dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), bahwa rumah sakit tidak melakukan promosi berlebihan terhadap pelayanan pemeriksaan awal COVID-19 menggunakan alat tes diagnostik cepat karena metode itu hanya merupakan alternatif diagnosis untuk mendeteksi adanya infeksi virus corona penyebab COVID-19 pada pasien.
"Pemeriksaan rapid test screening COVID-19 tidak boleh dijadikan persyaratan untuk pasien agar dapat dilayani dan biayanya dibebankan kepada pasien karena bersifat memaksa dan melanggar hak-hak pasien," kata Herman.
Herman menambahkan, hingga saat ini ada 49 rumah sakit yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di wilayah Kota Surabaya dengan jumlah layanan yang diberikan sebanyak 161.328 untuk kasus rawat jalan dan 12.780 layanan untuk kasus rawat inap selama bulan April 2020.
"Kami akan terus memantau rumah sakit mitra kami dalam memberikan layanan terhadap peserta JKN-KIS agar tetap memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan koridornya, hal ini sesuai dengan komitmen kita bersama ketika kontrak kerja sama ditandatangani," demikian Herman Dinata Mihardja.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020