Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan mengemukakan agar kondisi defisit sejumlah komoditas pangan seperti gula pasir dan bawang putih di berbagai daerah, jangan sampai dijadikan sebagai dasar untuk mempercepat pelaksanaan impor.


Johan Rosihan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, mengingatkan beberapa kali disebutkan bahwa stok bahan pangan selalu dalam kondisi aman, namun faktanya telah terjadi gejolak lonjakan harga pangan di pasar domestik.

“Atas situasi ini pemerintah sebelumnya berencana mempercepat realisasi impor, khususnya gula pasir dan bawang putih. Jadi jangan buat alasan defisit pangan hanya untuk segera mempercepat impor," ujar Johan.

Politisi Fraksi PKS itu berpendapat, bila memang benar mengalami defisit pangan, maka pemerintah harus segera memberikan stimulus dan memerintahkan Bulog membeli hasil panen petani yang kini sedang panen.

Selain itu, lanjutnya, hal yang tidak kalah penting adalah kembalikan anggaran sektor pangan yang telah dikurangi menjadi seperti semula agar produksi dan produktivitas pangan terjaga. Ia mencontohkan seperti perubahan pagu anggaran di Ditjen Tanaman Pangan dari pagu awal Rp5,7 triliun menjadi hanya Rp 3,3 triliun.

Menurut dia, langkah itu menjadi bukti bahwa peningkatan produksi tanaman pangan tidak dijadikan sebagai prioritas dalam menghadapi potensi krisis pangan global, sebagaimana yang telah diingatkan oleh FAO terkait dampak pandemi.

Ia menyoroti pula, bahwa saat ini akses masyarakat menengah ke bawah terhadap pangan semakin menurun drastis karena masyarakat tiba-tiba tidak dapat bekerja dan banyak yang kehilangan pekerjaanya. Di sisi lain, ketersediaan pasokan pangan domestik mulai bermasalah karena ketergantungan dengan kebijakan impor pangan.

"Saya mendorong pemerintah untuk secara serius mengantisipasi dampak social ekonomi karena tingkat sensitivitas pangan sangat tinggi," tandas Johan.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian mencatat terdapat delapan provinsi yang mengalami defisit atau kekurangan beras akibat distribusi yang tidak merata saat panen raya.

Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan meskipun panen padi sudah terjadi pada awal April ini, ada delapan provinsi yang mengalami defisit, yakni Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.

"Kondisi dari panen ini pasokan cukup, namun distribusi belum merata terlihat dari provinsi-provinsi yang terjadi defisit, ini memang kurang," kata Suwandi dalam rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi IV di Jakarta, Rabu (29/4).

Suwandi menyebutkan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Ketahanan Pangan akan mengalokasikan stok beras nasional pada akhir Maret sebesar 3,5 juta ton untuk daerah yang mengalami defisit.

Ada pun stok beras tersebut antara lain tersebar di lima provinsi, yakni Sumatra Utara 122.328 ton; Sumatra Selatan sebanyak 105.195 ton; Kalimantan Timur 38.988 ton; Sulawesi Selatan 183.845 ton; dan Jawa Timur 721,657 ton.

"Stok beras stok di April yang tersebar Nasional 3,5 juta ton ini bisa memasok ke daerah-daerah merah atau yang mengalami defisit," kata Suwandi.

Ada pun Ditjen Tanaman Pangan mencatat neraca beras Nasional hingga bulan Juni mengalami surplus sebesar 6,4 juta ton. Surplus tersebut dengan memperhitungkan stok tersedia pada akhir Maret sebesar 3,45 juta ton; produksi dari panen Mei-April-Juni sebesar 10,56 juta ton; serta kebutuhan konsumsi beras Nasional 7,61 juta ton (kebutuhan beras rata-rata 2,5 juta ton per bulan).

Pewarta: M Razi Rahman

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020