Tenggarong (ANTARA News Kaltim) - Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara menyosialisasikan beras "Gerbang Raja" yang merupakan produk dari Rice Processing Unit (RPU) atau penggilingan padi perusahaan daerah itu kepada para staf instansi tersebut.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kutai Kartanegara M Ridha Darmawan di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Kamis, mengatakan langkah itu merupakan salah satu usaha untuk membantu para petani kabupaten itu serta mendukung peningkatan pendapatan asli daerah.

Karena beras merek "Gerbang Raja" merupakan produk dari Rice Processing Unit (RPU) atau penggilingan padi di bawah asuhan Perusahaan Daerah Tunggang Parangan Kutai Kartanegara, yang bahan bakunya berasal dari gabah kering giling hasil petani Kukar.

"Untuk itu tak salah jika kami menyarankan kepada seluruh staf untuk mengkonsumsi beras Gerbang Raja, karena dapat membantu petani, sekaligus peningkatan PAD kita," ujar Ridha di hadapan staf-stafnya.

Beras "Gerbang Raja" diproduksi dalam lima kemasan yaitu 1 kg, 2 kg, 5 kg, 10 kg serta 20 kg

Menurut dia, ide tersebut muncul dari jatah uang makan untuk PNS, yang alangkah baiknya benar-benar digunakan untuk kebutuhan konsumi keluarga sehari-sehari. Untuk itu Ridha mengusulkan kepada stafnya agar sebagian uang makan akan diberikan dalam bentuk beras yang memang menjadi kebutuhan pokok, dan sebagian lagi tetap dibagikan dalam bentuk uang tunai.

"Jadi kita alihkan sebagaian jatah uang makan kita untuk beras, sebagian lainnya tetap dalam bentuk uang. Jadi sama sekali tidak ada mencari keuntungan dari ide ini," katanya yang disambut ucapan setuju para stafnya.

Sebelumnya, Kepala RPU Kutai Kartanegara Syahran mengatakan, pihaknya siap membeli gabah kering giling varietas lokal dari petani dengan harga tinggi untuk dijadikan beras dalam kemasan "Gerbang Raja".

Padi varietas lokal tersebut biasanya ditanam petani setempat secara organik pada lahan pegunungan atau dataran tinggi. Biasanya waktu panen pun lebih lama dari variteas non lokal sehingga jika padi non lokal bisa dipanen tiga atau empat kali setahun, sedangkan varietas lokal seperti Mayas dan Gedagai hanya satu atau dua kali panen dalam setahun.

"Selain harum dan enak hal tersebut tentunya membuat padi lokal spesial, sehingga tak salah jika harganya cukup tinggi di pasaran," ujar Syahran.  (*)

Pewarta: Hayru Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012