Kemunculan ular kobra di beberapa titik terjadi karena memang sekarang adalah musim anakan ular untuk menetas dan bukan hanya kobra serta ada kemungkinan ular jenis lain muncul, menurut pakar reptil Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidiy.
"Sebenarnya bukan ular kobra saja, tapi memang banyak kasusnya di bulan-bulan ini. Sebenarnya ada ular kopi dan beberapa jenis yang lain. Tapi ini memang periode yang tepat untuk penetasan anakan kobra," ujar peneliti herpetologi, ilmu yang mempelajari reptil dan amfibi, ketika dihubungi di Jakarta pada Selasa.
Ular kobra, ujar dia, memang memiliki kemampuan untuk beradaptasi di area di mana terjadi aktivitas manusia dan bisa membuat sarang di sekitar rumah-rumah penduduk.
Ular jenis lain juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi di sekitar daerah dengan aktivitas manusia, tapi yang terjadi kehebohan akhir-akhir ini kemungkinan besar karena kobra memang menaruh telurnya di daerah sekitar permukiman warga, ujar Amir.
Yang menjadi perhatian bagi pakar reptil itu adalah kemunculan kobra di satu daerah dengan titik berdekatan karena itu berarti indukan kobra membuat sarang di sekitar daerah tersebut.
Indukan kobra sendiri dapat menelurkan sekitar 12-20 butir telur yang akan menetas dalam rentan waktu sekitar 3-4 bulan.
Begitu menetas anakan ular kobra itu akan menyebar karena instingnya untuk bertahan hidup dan akan muncul di sekitar tempat mereka menetas.
Saat musim hujan seperti ini, ujar Amir, populasi anakan memang akan meningkat dengan cepat tapi kemungkinan akan bertahan hidup menjadi kobra dewasa sendiri hanya sekitar 3-5 persen dari total populasi yang menetas di sekitar pemukiman manusia.
"Karena ada seleksi alam. Kobra untuk sampai usia dewasa itu bisa satu setengah sampai dua tahun. Selama periode itu dia butuh makan, butuh bertahan hidup. Kalau itu tidak disediakan, dia tidak akan bisa bertahan hidup," tegas Amir.
Selain faktor musim penetasan, menurut Amir, kemungkinan bertambahnya populasi anakan kobra juga bisa karena ketiadaan predator alami seperti biawak dan elang yang sudah tidak bisa ditemui di sekitar pemukiman warga.
Pulau Jawa sendiri memang adalah habitat asli dari ular kobra sebelum adanya perubahan pada tempat mereka biasanya tinggal untuk pembangunan jalan dan pemukiman manusia serta aktivitas-aktivitas lain yang merusak habitat asli mereka.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
"Sebenarnya bukan ular kobra saja, tapi memang banyak kasusnya di bulan-bulan ini. Sebenarnya ada ular kopi dan beberapa jenis yang lain. Tapi ini memang periode yang tepat untuk penetasan anakan kobra," ujar peneliti herpetologi, ilmu yang mempelajari reptil dan amfibi, ketika dihubungi di Jakarta pada Selasa.
Ular kobra, ujar dia, memang memiliki kemampuan untuk beradaptasi di area di mana terjadi aktivitas manusia dan bisa membuat sarang di sekitar rumah-rumah penduduk.
Ular jenis lain juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi di sekitar daerah dengan aktivitas manusia, tapi yang terjadi kehebohan akhir-akhir ini kemungkinan besar karena kobra memang menaruh telurnya di daerah sekitar permukiman warga, ujar Amir.
Yang menjadi perhatian bagi pakar reptil itu adalah kemunculan kobra di satu daerah dengan titik berdekatan karena itu berarti indukan kobra membuat sarang di sekitar daerah tersebut.
Indukan kobra sendiri dapat menelurkan sekitar 12-20 butir telur yang akan menetas dalam rentan waktu sekitar 3-4 bulan.
Begitu menetas anakan ular kobra itu akan menyebar karena instingnya untuk bertahan hidup dan akan muncul di sekitar tempat mereka menetas.
Saat musim hujan seperti ini, ujar Amir, populasi anakan memang akan meningkat dengan cepat tapi kemungkinan akan bertahan hidup menjadi kobra dewasa sendiri hanya sekitar 3-5 persen dari total populasi yang menetas di sekitar pemukiman manusia.
"Karena ada seleksi alam. Kobra untuk sampai usia dewasa itu bisa satu setengah sampai dua tahun. Selama periode itu dia butuh makan, butuh bertahan hidup. Kalau itu tidak disediakan, dia tidak akan bisa bertahan hidup," tegas Amir.
Selain faktor musim penetasan, menurut Amir, kemungkinan bertambahnya populasi anakan kobra juga bisa karena ketiadaan predator alami seperti biawak dan elang yang sudah tidak bisa ditemui di sekitar pemukiman warga.
Pulau Jawa sendiri memang adalah habitat asli dari ular kobra sebelum adanya perubahan pada tempat mereka biasanya tinggal untuk pembangunan jalan dan pemukiman manusia serta aktivitas-aktivitas lain yang merusak habitat asli mereka.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019