Samarinda (ANTARA) - Mantan Kepala Desa Puan Cepak Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Madri mengaku tidak tahu terjadinya pembantaian Orangutan Kalimantan Timur (Pongo Pygmaeus Morio) periode 2008-2010.

"Saya baru tahu dari pemberitaan media dan selama menjabat Kepala Desa Puan Cepak saya tidak pernah mendengar ada pembantaian orangutan," ungkap Madri kepada ANTARA dihubungi dari Samarinda, Kamis.

Madri yang menjabat sebagai Kepala Desa Puan Cepak pada 2004 hingga 2009 mengaku terkejut dengan kasus pembantaian orangutan tersebut.

"Selama ini saya tidak pernah berfikir ada kasus itu sehingga saya sangat terkejut ketika mengetahui ternyata pernah terjadi pembantaian orangutan selama saya menjadi Kepala Desa Puan Cepak," katanya.

"Setahu saya, selama menjadi Kepala Desa pihak perusahaan (PT. KAM) cukup baik kepada masyarakat bahkan sebelum adanya perusahaan itu kehidupan masyarakat sangat memprihatinkan. Dulu, warga tidak mampu membeli sepeda motor namun setelah perusahaan itu beroperasi justru dalam satu rumah bisa memiliki dua unit motor," ungkap Madri.

Sebanyak 90 persen warga Desa Puan Cepak bekerja di PT. KAM dan sebagai besar bekerja sebagai petugas keamanan, katanya.

Dia juga mengaku tidak mengetahui kemungkinan adanya warga Desa Puan Cepak yang terlibat pada pembantaian orangutan tersebut.

"Saya tidak tahu menahu masalah itu sebab tidak pernah mendengar ada pembantaian," katanya.

Namun, mantan Kepala desa Puan Cepak itu mengakui jika terdapat beberapa jenis satwa langka dan dilindungi diantaranya, orangutan, monyet atau bekantan dan landak yang hidup di kawasan hutan.

"Jumlahnya tidakk banyak tetapi memang ada," ungkap Madri.

Berbeda dengan Madri, Kepala Desa Puan Cepak, Kadir justru mengaku kasus pembantaian orangutan tersebut sudah menjadi rahasia umum masyarakat.

". Kasus pembantaian orangutan sudah menjadi rahasia umum warga. Saya hanya mendengar dari omongan warga dan tidak tahu secara pasti mengenai pembantaian itu sebab peristiwa itu berlangsung sebelum saya menjabat sebagai Kepala Desa," katanya.

"Kejadian itu diperkirakan berlangsung dua atau tiga tahun lalu, sebelum saya menjadi Kepala Desa. Pembunuhan Orangutan itu sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Desa Puan Cepak," ungkap Kadir yang mengaku baru menjabat sebagai Kepala Desa Puan Cepak pada April 2010..

Kepala Desa Puan Cepak itu mensinyalir, pembunuhan OrangUtan oleh warga tersebut berdasarkan kepentingan perusahaan sawit yang beroperasi di desa itu.

"Saya mendapat informasi kalau warga dibayar per ekor untuk membunuh Urangutan itu. Namun, saya tidak tahu berapa nilainya tetapi saya menduga warga melakukan itu karena kepentingn perusahaan," katnya.

"Saat ini populasi Orangutan yang tersisa sekitar 10 ekor," ungkap Kadir.

Kasus pembantaian orangutan ini merebak pada pertengahan September 2011 setelah seorang warga dengan membawa bukti-bukti foto melaporkannya ke salah satu koran di Samarinda.

Kasus pembantaian Orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus morio) akhirnya terungkap setelah polisi menangkap dua karyawan PT. KAM, IM dan Mj pada Sabtu, pekan lalu.

Setelah melakukan serangkaian penyidikan dan berdasarkan bukti foto dokumetasi dan temuan tulang belulang orangutan tersebut, Polres Kutai Kartanegara pada Kamis (24/11) kembali menetapkan dua tersangka yakni Senior Estate Manager PT KAM berinisil P dan seorang karyawa berinisial W.

"Empat orang telah ditetapkan tersangka terkait pemantaian orangutan di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Mereka dijerat pasal 21 ayat (2) huruf a dan b junto pasal 40 ayat (2) Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta," ungkap Kabid Humas Polda Kaltim, Komisaris Besar Anthonius Wisnu Sutirta.

Selain tulang, polisi juga kata Anthonius Wisnu Sutirta menyita dokumen BA (berita acara) pembayaran upah pembasmian hama (orangutan), sebuah senapan angin yang digunakan pelaku membunuh orangutan, 85 potong rangka tulang yang diduga orangutan, monyet dan bekantan serta tujuh foto pembantaian orangutan.



Perhatian



Kasus ini mendapat perhatian luas, termasuk pemerhati lingkungan dan LSM karena dalam setahun diduga sedikitnya 750 orangutan Kalimantan Timur (Pongo Pygmaues Mario) dibantai.

Pembantaian itu dianggap menjadi ancaman serius bagi upaya pelestarian primata langka tersebut.

Pasalnya, kondisi orangutan di habitatnya kian hari kian terjepit akibat terus berkurangnya hutan di Kalimantan Timur yang diperkirakan sekitar 500.000 Ha per tahun sehingga dari 14 juta Ha hutan di Kaltim, enam juta hektar mengalami kerusakan.

Apalagi, orangutan di Kaltim tergolong sub-spesies "Pongo Pygmaeus Mario", yakni jenis primata yang hanya bisa bertahan hidup pada ekosistem hutan Kalimantan Timur.

Sub-spesies orangutan lain, misalnya Orangutan Kalteng atau "Pongo Pygmaeus Wurmbii" juga hanya bisa bertahan di habitatnya di rimba Kalimantan Tengah.

Orangutan disebut-sebut merupakan primata tercerdas setelah gorilla dan simpanse.  (*)


Pewarta: Amirullah

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011