Samarinda, (Antaranews Kaltim) - Pegiat Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda, Kalimantan Timur, menyatakan bahwa diperlukan biaya besar hingga triliunan rupiah untuk mencetak satu sungai, sehingga hal itu mustahil dilakukan karena APBD Samarinda masih pas-pasan.

   
"Namun kita tidak perlu mencetak sungai karena Samarinda telah memiliki banyak sungai, salah satunya SKM, maka sungai ini jangan dirusak karena kita tidak mampu mencetak," ujar Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah (GMSS-SKM) Samarinda, Misman di Samarinda, Rabu.

Dia justru mengajak semua pihak untuk memuliakan, merawat, dan menjaga SKM karena manfaatnya akan dirasakan bukan hanya oleh manusia, tapi juga  habitat air, ikan, burung, biawak, monyet, dan makhluk Tuhan lainnya.

Sungai lanjut dia, juga menjadi tempat tumbuh aneka tanaman mulai yang paling kecil seperti rumput hingga aneka pepohonan. Semua tumbuhan tersebut berfungsi sebagai filtrasi berbagai jenis polutan, sehingga pihaknya menentang penebangan pohon dan tumbuhan lain yang hidup di pinggir sungai.

Dia juga menentang penurapan sungai, karena dengan menurap, maka akan memisahkan antara sungai dan ruangnya, padahal ruang sungai yang terdiri atas riparian, rawa, lembah dan lainnya memiliki peran dan fungsi yang vital bagi keberlangsungan ekosistem, termasuk sebagai filtrasi.

"Rawa misalnya, ketika musim hujan, maka sebagian air akan tertampung di rawa dan tidak semuanya ditumpahkan ke sungai sehingga mampu meminimalisir luapan. Kemudian di saat kemarau, secara perlahan air dari rawa terus mengalir ke sungai setelah melalui proses penyaringan alami, sehingga sungai tidak kering," katanya.

Namun, lanjutnya, hingga saat ini rawa masih dianggap sebagai lahan tidur sehingga baik secara perorangan, lembaga, maupun pemerintah terus berusaha memanfaatkan rawa tersebut untuk dialihfungsikan untuk kebutuhan ekonomi dan fungsi lain.

Jika rawa sudah ditutup, kata dia lagi, maka hilanglah kehidupan di rawa tersebut baik kehidupan flora maupun faunanya, sehingga salah satu hal yang berbahaya adalah air langsung tumpah ke sungai atau ke tempat yang rendah yang disebut banjir, bahkan tidak ada lagi filter alami yang menyebabkan sungai menjadi kotor.

"Sungai dan ripariannya merupakan anugerah Tuhan yang luar biasa karena airnya bisa dikonsumsi manusia, tempat berkembangnya aneka jenis biota dan ikan, sebagai tempat wisata, dan ratusan fungsi lain, maka kita harus bersama menjaga sungai, tidak dirusak seperti yang terjadi hingga kini," ucap Misman.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018