Surabaya (Antaranews) - Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin menyatakan ada pelaku teror di Surabaya dan Sidoarjo tidak disekolahkan oleh orang tuanya.
"Istilah 'home schooling' itu tidak benar. Padahal mereka tidak ada sekolah. Mereka dikurung dengan doktrin khusus sehingga anak itu yang di GKI Jalan Diponegoro mau ikut bawa bom pinggang," kata Kapolda di Mapolda Jatim di Surabaya, Selasa.
Kapolda mengatakan orang tua mereka atau pelaku teror mengajari anaknya untuk menjawab "home schooling" ketika ditanya masyarakat. Tidak disekolahkan mereka agar dapat didoktrin dengan video-video radikal dan tidak berinteraksi dengan masyarakat lain.
"Baik yang Ais dan di Sidoarjo itu tidak sekolah. Ini sama karena satu guru yang pengajiannya sama dalam satu minggu. Ada keterkaitan. Namun, ada satu yang sekolah. Dia anak yang besar karena ikut neneknya. Kedua anak lain sering dicekoki film," ujarnya.
Machfud mengungkapkan, kondisi anak-anak itu sudah membaik. Yang tiga sudah bisa berinteraksi tinggal satu yakni anak yang terlempar dalam peristiwa bom di Polrestabes Surabaya yang masih dalam pengaruh obat bius.
"Kami akan berikan pendampingan untuk anak anak pelaku. Pandampingan itu bisa dari Polwan dan psikolog. Setelah itu akan diserahkan kepada keluarga. Dengan catatan mereka harus bertanggung jawab karena orang tua mereka sudah meninggal," ujarnya.
Sementara saat ditanya, apakah Ais anak pelaku yang dalam peristiwa bom di Polrestabes Surabaya itu membawa bom atau tidak, Machfud menyatakan anak itu tidak membawa bom. Sebab, jika membawa bom, bisa dipastikan anggota polisi yang menolong akan terkena bom juga.
Secara umum, jaringan yang melakukan aksi teror di Surabaya dan Sidoarjo sudah terbaca. Pihaknya sudah melakukan beberapa penangkapan. Pada Senin (14/5) saja, tim dari Mabes Polri dan juga Polda Jatim melakukan tujuh penindakan serta akan memburu guru mengaji pelaku teror itu.
"Pelayanan publik sudah berjalan biasa. Tidak siaga 1, tapi pengamanan ditingkatkan. Masyarakat bisa beraktivitas normal. Toko dan mal sudah berjalan seperti biasa. Ini yang diharapkan. Kami waspada dan mohon doa untuk bekerja dan menyelasaikan ini dengan tepat," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Istilah 'home schooling' itu tidak benar. Padahal mereka tidak ada sekolah. Mereka dikurung dengan doktrin khusus sehingga anak itu yang di GKI Jalan Diponegoro mau ikut bawa bom pinggang," kata Kapolda di Mapolda Jatim di Surabaya, Selasa.
Kapolda mengatakan orang tua mereka atau pelaku teror mengajari anaknya untuk menjawab "home schooling" ketika ditanya masyarakat. Tidak disekolahkan mereka agar dapat didoktrin dengan video-video radikal dan tidak berinteraksi dengan masyarakat lain.
"Baik yang Ais dan di Sidoarjo itu tidak sekolah. Ini sama karena satu guru yang pengajiannya sama dalam satu minggu. Ada keterkaitan. Namun, ada satu yang sekolah. Dia anak yang besar karena ikut neneknya. Kedua anak lain sering dicekoki film," ujarnya.
Machfud mengungkapkan, kondisi anak-anak itu sudah membaik. Yang tiga sudah bisa berinteraksi tinggal satu yakni anak yang terlempar dalam peristiwa bom di Polrestabes Surabaya yang masih dalam pengaruh obat bius.
"Kami akan berikan pendampingan untuk anak anak pelaku. Pandampingan itu bisa dari Polwan dan psikolog. Setelah itu akan diserahkan kepada keluarga. Dengan catatan mereka harus bertanggung jawab karena orang tua mereka sudah meninggal," ujarnya.
Sementara saat ditanya, apakah Ais anak pelaku yang dalam peristiwa bom di Polrestabes Surabaya itu membawa bom atau tidak, Machfud menyatakan anak itu tidak membawa bom. Sebab, jika membawa bom, bisa dipastikan anggota polisi yang menolong akan terkena bom juga.
Secara umum, jaringan yang melakukan aksi teror di Surabaya dan Sidoarjo sudah terbaca. Pihaknya sudah melakukan beberapa penangkapan. Pada Senin (14/5) saja, tim dari Mabes Polri dan juga Polda Jatim melakukan tujuh penindakan serta akan memburu guru mengaji pelaku teror itu.
"Pelayanan publik sudah berjalan biasa. Tidak siaga 1, tapi pengamanan ditingkatkan. Masyarakat bisa beraktivitas normal. Toko dan mal sudah berjalan seperti biasa. Ini yang diharapkan. Kami waspada dan mohon doa untuk bekerja dan menyelasaikan ini dengan tepat," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018