Samarinda (Antaranews Kaltim) - Jaringan Advokasi Tambang Provinsi mencurigai empat kandidat gubernur-wakil gubernur yang bertarung pada Pilkada Kalimantan Timur memiliki kaitan dan didukung kepentingan perusahaan pertambangan batu bara, karena dalam pernyataannya tidak pernah menyinggung masalah tambang.

"Apakah para kandidat ini mampu menjamin warga terbebas dari banjir? Apakah mereka berani menyebut tambang sebagai biang kerok banjir? Hingga kini semua penderitaan rakyat yang terkait tambang, tidak disentuh para kandidat," kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang dalam keterangan tertulis di Samarinda, Senin.

Menurut catatan Jatam, sekitar 71 persen luas daratan di Kota Samarinda, Kaltim, dikuasai oleh tambang batu bara, ditambah dengan tidak adanya ruang terbuka hijau yang seharusnya dialokasikan 30 persen dari luas kota.

Fakta di Samarinda hanya 651 hektare atau 0,9 persen yang disediakan untuk ruang terbuka hijau, sehingga kondisi ini menjadi penyebab terjadinya banjir.

"Sementara empat kandidat yang bertarung di Pilkada Kaltim tidak ada yang menyinggung soal kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara," tambahnya.

Calon Wakil Gubernur Safaruddin, misalnya, dalam pernyataan politiknya berjanji akan menyelesaikan persoalan banjir di Kota Samarinda dalam tiga tahun.

Cara yang akan ditempuh adalah membuat bendungan, mengeruk sungai, memperbaiki drainase, kemudian mendorong kesadaran warga tidak membuang sampah sembarangan.

"Padahal, bencana banjir di Samarinda sesungguhnya akibat obral izin pertambangan batu bara," tegas Rupang.

Untuk Cagub Rusmadi Wongso, lanjutnya, sikapnya yang tidak mengumumkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara yang seharusnya dicabut karena bermasalah, sangat merugikan lingkungan hidup.

Tidak adanya transparansi dalam penataan izin selama Rusmadi menjadi Sekretaris Provinsi Kaltim, menandakan data-data ini tidak lebih hanya data siluman yang diduga sengaja dibiarkan dijadikan bancakan.

"Selain itu, selaku Koordinator Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kaltim 2016-2035, Rusmadi telah menjadikan Kaltim sebagai provinsi yang rawan bencana, karena RTRW Kaltim tidak mengakomodasi keselamatan rakyat serta kelestarian lingkungan, " ucapnya.

Kemudian pasangan Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi juga belum menyinggung penyebab banjir di Samarinda yang sesungguhnya disebabkan oleh pengerukan batu bara.

Ia melanjutkan, kandidat lainnya adalah Syaharie Jaang yang selama empat periode (sebagai wakil wali kota dua periode, dilanjutkan sebagai wali kota dua periode), kepemimpinannya ada sebanyak 63 IUP diterbitkan dan menghancurkan kawasan resapan air, sehingga Samarinda mengalami banjir di 35 titik dan terus bertambah.

Selain itu, katanya, Jaang juga tidak tegas dalam menindak dan menyelesaikan kasus lubang bekas tambang yang merenggut sebanyak 17 korban jiwa, sebagian besar anak-anak, antara tahun 2011-2017.

"Salah satu korban ditemukan di lokasi PT Transisi Energi Satunama, perusahaan yang diduga kuat salah satu pemilik sahamnya adalah Syaharie Jaang. Sebelumnya Jaang juga tercatat sebagai direktur perusahaan tambang batu bara Anugerah Bumi Etam," tuturnya.

Kandidat berikutnya adalah Isran Noor, mantan Bupati Kutai Timur, yang pada 2014 diduga terlibat "ijon tambang" PT Arina Kota Jaya senilai Rp5 miliar dan diduga merupakan aliran pencucian uang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.

"Namanya juga disebut bersama Awang Faroek Ishak, Mahyudin dan sejumlah nama lainnya dalam kasus korupsi divestasi PT KPC yang penyelidikannya pernah digelar oleh Kejagung, namun kemudian terhenti," ujar Rupang.

Rupang melanjutkan bahwa hingga akhir masa jabatannya sebagai bupati Kutai Timur, tercatat 161 IUP mineral dan batu bara diobral.(*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018