Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan agar peraturan baru terkait penyelenggaraan taksi daring berbasis aplikasi melalui Revisi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 diikuti oleh para kepala daerah.
Dalam revisi PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, terdapat sejumlah aspek yang berkaitan dengan kewenangan kepala daerah, seperti penetapan tarif, wilayah operasi, dan kuota.
"Kalau melihat hierarkinya, peraturan menteri harus diikuti semua kepala daerah. Tidak ada alasan kepala daerah membolehkan menindak di luar ketentuan itu. Kalau kepala daerah berpikir lain akan ada satu komplikasi," kata Menhub Budi Karya Sumadi pada konferensi pers di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan revisi PM 26 Tahun 2017 yang berlaku efektif mulai 1 November 2017 ini bertujuan menjamin keselamatan masyarakat dan melindungi industri taksi.
Dari sembilan aspek yang diatur dalam regulasi baru tersebut, setidaknya ada empat poin yang menyangkut keterlibatan dan kewenangan pemerintah daerah, yakni tarif taksi daring berbasis aplikasi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat atas usulan dari gubernur sesuai kewenangannya.
Kemudian, empat poin lainnya ada pada wilayah operasi, kuota atau perencanaan kebutuhan dan domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) sesuai wilayah operasi yang ditetapkan Direktur Jenderal dan Gubernur sesuai kewenangan.
Sambutan positif pun sudah terlihat dari Provinsi Jawa Barat yang telah menunggu rumusan PM 26/2017 telah diumumkan pada Kamis (19/10).
"Pak Gubernur Jawa Barat bahkan berkomunikasi dengan kami meminta segerakan peraturan ini ysng memang ditunggu," kata Budi.
Menhub menambahkan agar perusahaan taksi daring juga berkoordinasi dengan perusahaan taksi konvensional untuk mencegah terjadi konflik di antara pengemudi.
Menurut dia, berkaitan revisi peraturan ini telah melakukan diskusi dengan semua pihak melalui FGD di Jakarta, Surabaya dan Makassar, dan uji publik yang dilakukan di Jakarta dan Batam.
Uji publik tersebut melibatkan para stakeholder di antaranya pakar hukum, pengamat transportasi, DPP Organda, Perusahaan aplikasi, dan masyarakat untuk penyempurnaan PM 26 Tahun 2017. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Dalam revisi PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, terdapat sejumlah aspek yang berkaitan dengan kewenangan kepala daerah, seperti penetapan tarif, wilayah operasi, dan kuota.
"Kalau melihat hierarkinya, peraturan menteri harus diikuti semua kepala daerah. Tidak ada alasan kepala daerah membolehkan menindak di luar ketentuan itu. Kalau kepala daerah berpikir lain akan ada satu komplikasi," kata Menhub Budi Karya Sumadi pada konferensi pers di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan revisi PM 26 Tahun 2017 yang berlaku efektif mulai 1 November 2017 ini bertujuan menjamin keselamatan masyarakat dan melindungi industri taksi.
Dari sembilan aspek yang diatur dalam regulasi baru tersebut, setidaknya ada empat poin yang menyangkut keterlibatan dan kewenangan pemerintah daerah, yakni tarif taksi daring berbasis aplikasi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat atas usulan dari gubernur sesuai kewenangannya.
Kemudian, empat poin lainnya ada pada wilayah operasi, kuota atau perencanaan kebutuhan dan domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) sesuai wilayah operasi yang ditetapkan Direktur Jenderal dan Gubernur sesuai kewenangan.
Sambutan positif pun sudah terlihat dari Provinsi Jawa Barat yang telah menunggu rumusan PM 26/2017 telah diumumkan pada Kamis (19/10).
"Pak Gubernur Jawa Barat bahkan berkomunikasi dengan kami meminta segerakan peraturan ini ysng memang ditunggu," kata Budi.
Menhub menambahkan agar perusahaan taksi daring juga berkoordinasi dengan perusahaan taksi konvensional untuk mencegah terjadi konflik di antara pengemudi.
Menurut dia, berkaitan revisi peraturan ini telah melakukan diskusi dengan semua pihak melalui FGD di Jakarta, Surabaya dan Makassar, dan uji publik yang dilakukan di Jakarta dan Batam.
Uji publik tersebut melibatkan para stakeholder di antaranya pakar hukum, pengamat transportasi, DPP Organda, Perusahaan aplikasi, dan masyarakat untuk penyempurnaan PM 26 Tahun 2017. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017