Samarinda (ANTARA Kaltim) - Koalisi Masyarakat Sipil Provinsi Kalimantan Timur mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengungkap sejumlah kasus dugaan korupsi pemanfaatan sumber daya alam yang melibatkan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
"Kehadiran KPK di Kabupaten Kutai Kartanegara tentu saja menjadi angin segar dalam upaya pemberantasan korupsi di Kaltim," ujar anggota KMS Kaltim yang juga Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang di Samarinda, Jumat.
Setidaknya, lanjut Pradama, dengan masuknya KPK ke Kabupaten Kutai Kartanegara, publik menaruh harapan besar agar sejumlah dugaan korupsi di Kaltim dapat diungkap.
Hal ini menjadi semacam bukti bahwa publik tidak salah meletakkan kepercayaan kepada KPK, terlebih saat ini KPK tengah dihantam berbagai upaya pelemahan, sehingga KPK harus terus didorong agar lebih masif melakukan upaya pemberantasan korupsi, khususnya di Kaltim.
Ia melanjutkan, penetapan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi menambah daftar panjang kepala daerah yang diproses oleh lembaga antirasuah itu.
Dalam kasus di Kutai Kartanegara, ada dua tersangka lain yang ditetapkan oleh KPK, yakni Heri Susanto Gun (Abun) dan Khoiruddin.
Penetapan tersangka ini terkait dua hal, pertama adalah kasus dugaan suap terkait izin perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden Prima (SGP) senilai Rp6 miliar.
Dalam hal ini, Rita Widyasari diduga menerima suap dari Heri Susato Gun untuk pembukaan lahan kelapa sawit di Desa Kupang. Izin Lokasi PT SGP dikeluarkan berdasarkan SK Nomor 590/525.29/007/A.Ptn tanggal 8 Juli 2010 seluas 16.000 hektare.
"Namun kuat dugaan, lokasi PT SGP berada dalam kawasan gambut, berada pada hulu Sungai Kedang Kepala, ekosistem rawa gambut," tutur Rupang.
Bila menurut peristiwa politik pilkada yang berlangsung pada 2010 silam (periode pertama naiknya Bupati Rita), dengan pelantikan Bupati pada 30 Juni 2010, maka selang seminggu setelahnya atau tepatnya 8 Juli 2010, izin lokasi PT SGP diterbitkan.
"Inilah izin lokasi perkebunan sawit tercepat yang diterbitkan sejak Rita Widyasari resmi memegang kekuasaannya di Kutai Kartanegara pada periode pertama," ucap Rupang lagi.
Kasus kedua adalah dugaan gratifikasi yang diterima selama masa jabatannya dengan nilai 775 ribu dolar AS atau setara dengan Rp6,97 miliar.
Rita diduga secara bersama-sama dengan Khoirudin sebagai komisaris PT Media Bangun Bersama (MBS) mendapatkan gratifikasi terkait dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Kehadiran KPK di Kabupaten Kutai Kartanegara tentu saja menjadi angin segar dalam upaya pemberantasan korupsi di Kaltim," ujar anggota KMS Kaltim yang juga Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang di Samarinda, Jumat.
Setidaknya, lanjut Pradama, dengan masuknya KPK ke Kabupaten Kutai Kartanegara, publik menaruh harapan besar agar sejumlah dugaan korupsi di Kaltim dapat diungkap.
Hal ini menjadi semacam bukti bahwa publik tidak salah meletakkan kepercayaan kepada KPK, terlebih saat ini KPK tengah dihantam berbagai upaya pelemahan, sehingga KPK harus terus didorong agar lebih masif melakukan upaya pemberantasan korupsi, khususnya di Kaltim.
Ia melanjutkan, penetapan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi menambah daftar panjang kepala daerah yang diproses oleh lembaga antirasuah itu.
Dalam kasus di Kutai Kartanegara, ada dua tersangka lain yang ditetapkan oleh KPK, yakni Heri Susanto Gun (Abun) dan Khoiruddin.
Penetapan tersangka ini terkait dua hal, pertama adalah kasus dugaan suap terkait izin perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden Prima (SGP) senilai Rp6 miliar.
Dalam hal ini, Rita Widyasari diduga menerima suap dari Heri Susato Gun untuk pembukaan lahan kelapa sawit di Desa Kupang. Izin Lokasi PT SGP dikeluarkan berdasarkan SK Nomor 590/525.29/007/A.Ptn tanggal 8 Juli 2010 seluas 16.000 hektare.
"Namun kuat dugaan, lokasi PT SGP berada dalam kawasan gambut, berada pada hulu Sungai Kedang Kepala, ekosistem rawa gambut," tutur Rupang.
Bila menurut peristiwa politik pilkada yang berlangsung pada 2010 silam (periode pertama naiknya Bupati Rita), dengan pelantikan Bupati pada 30 Juni 2010, maka selang seminggu setelahnya atau tepatnya 8 Juli 2010, izin lokasi PT SGP diterbitkan.
"Inilah izin lokasi perkebunan sawit tercepat yang diterbitkan sejak Rita Widyasari resmi memegang kekuasaannya di Kutai Kartanegara pada periode pertama," ucap Rupang lagi.
Kasus kedua adalah dugaan gratifikasi yang diterima selama masa jabatannya dengan nilai 775 ribu dolar AS atau setara dengan Rp6,97 miliar.
Rita diduga secara bersama-sama dengan Khoirudin sebagai komisaris PT Media Bangun Bersama (MBS) mendapatkan gratifikasi terkait dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017