Samarinda, (ANTARA Kaltim) - Pegiat lingkungan Sungai Karang Mumus Samarinda, Kalimantan Timur, menilai pemerintah dan masyarakat melakukan pembiaran terhadap sungai, yang dibuktikan dengan kondisi sungai masih terjarah, bahkan hingga kini tetap dijadikan tempat pembuangan sampah.

 

      

"Kalau dari sisi pemerintah adalah pembiaran dan tidak tegas menerapkan aturan, sedangkan dari sisi masyarakat adalah perilaku buruk yang nyaris menjadi budaya," ujar Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMMSS-SKM) Samarinda Misman di Samarinda, Sabtu.

 

       

Hal itu diungkapkan Misman ketika menjadi pemateri pada Sekolah Sungai di Posko GMSS-SKM yang diikuti belasan pengurus dan anggota Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Sylva Mulawarman, Fakultas Kehutanan Unmul Samarinda.

 

       

Menurut ia, sikap pemerintah dan masyarakat dengan tidak memandang penting terhadap peran dan fungsi sungai bukan hanya terjadi di Provinsi Kaltim, tapi hampir semua sungai di Indonesia juga diperlakukan sama.

 

       

Di Samarinda, lanjut Misman, terlihat nyata di SKM yang hingga kini masih terjadi penjarahan terhadap wilayah sungai, seperti pemasangan patok tanah di daerah aliran sungai, pembangunan jembatan yang menguruk badan sungai, rumah di atas sungai, dan tindakan kejam lainnya.

 

       

"Sementara pemerintah yang memiliki kewenangan terhadap penghentian atau peneguran terhadap aktivitas itu tidak melakukan apapun, aktivitas mereka dibiarkan, aturan tidak ditegakkan," ujarnya.

 

       

Sikap masyarakat pun demikian, mereka masih membuang sampah ke sungai, menjarah sungai, membangun rumah dan jamban di atas sungai, padahal selama ini mereka memanfaatkan air sungai untuk kehidupan mereka.

 

       

"Manusia itu serakah dan tak punya balas budi. Tuhan sudah memberi sungai agar tidak kekurangan air, eh, malah dijadikan pembuangan tinja, tempat sampah, dan DAS-nya dirusak. Seharusnya mereka berterima kasih dengan cara merawatnya. Anggaplah cara ini sebagai konpensasi atau bayar sewa," tegas Misman.

 

       

Untuk itu, ia mengajak para mahasiswa kritis terhadap lingkungan sekitar, bukan hanya pada sungai, karena dalam membangun, antara pemerintah dan masyarakat harus selaras dan saling mengisi.

 

      

"Contoh, ketika ada jalan berlubang, jangan ditanami pisang, karena itu tidak cerdas dan tidak bekerja sama. Tapi yang benar, ketika lubangnya masih kecil, harusnya ditutup dengan material apa saja yang ada agar tidak melebar, kemudian melapor ke pemerintah agar diperhatikan, jadi sama-sama membangun. Jangan terlalu banyak berharap dari pemerintah," ucapnya.

 

       

Sementara dalam Sekolah SKM tersebut, pengurus dan anggota Sylva Mulawarman hanya sedikit mendapat teori, sedangkan selebihnya mereka langsung aksi dengan memungut sampah di SKM sebagai bentuk sindiran dan edukasi guna mewujudkan SKM yang laik.

 

       

Dalam memungut sampah di SKM itu, mereka berhasil mengangkut sampah beberapa gerobak yang sudah dikemas dalam kantong plastik. Mereka pun langsung membuangnya ke tempat pembuangan sementara di Jalan Muso Salim. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017