Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Kasus pernikahan dini atau anak bawah umur di Provinsi Kalimantan Timur dalam tujuh tahun terakhir cenderung meningkat, dari 113 kasus pada 2009 menjadi 385 kasus pada 2015, sehingga harus menjadi perhatian serius dari berbagai pihak.

"Dampak pernikahan dini itu sangat kompleks, di antaranya dari sisi reproduksi dan mental belum siap, sehingga rentan terjadi perceraian, risiko kematian bagi ibu ketika melahirkan, dan sejumlah dampak negatif lainnya," ujar Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kaltim Sukaryo Teguh Santoso di Samarinda, Senin.

Ia merinci data pernikahan dini di Kaltim pada 2010 sebanyak 234 kasus, kemudian pada 2011 naik menjadi 320 kasus, dan tahun 2012 meningkat menjadi 388 kasus.

Selanjutnya pada 2013 mengalami penurunan menjadi 317 kasus, namun pada 2014 kembali naik menjadi 345 kasus, dan pada 2015 tercatat 385 kasus remaja melakukan pernikahan.

Menurut Teguh, kasus pernikahan dini tertinggi di Kaltim pada 2009 terjadi di Kota Balikpapan dengan jumlah 53 kasus, disusul Kota Samarinda ada 35 kasus, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Paser masing-masing 11 kasus, dan Kota Bontang tiga kasus.

Sementara di Kabupaten Kutai Timur dan Berau belum pernah ada pembuatan dispensasi kawin bagi remaja yang ingin melakukan pernikahan dini.

Ia melanjutkan pada 2014, angka pernikahan dini masih tetap tinggi lebih dari 60 kasus yang terjadi di Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara, dan Paser, dengan angka tertinggi di Kabupaten Paser yang mencapai 90 kasus dan terus melonjak naik di tahun 2015.

"Sedangkan di tiga daerah lainnya yakni di Berau, Bontang, dan Kutai Timur, angka pernikahan dini terus naik dari 2014 ke 2015 sehingga totalnya menjadi 385 kasus," katanya.

Ia menuturkan kasus pernikahan dini yang paling banyak terjadi akibat hamil di luar nikah, sehingga orang tua memutuskan menikahkan anaknya daripada menjadi aib keluarga dan menimbulkan masalah.

"Kasus hamil di luar nikah ini banyak terjadi diduga akibat kemajuan teknologi informasi, yakni banyak remaja yang mengakses hal-hal yang seharusnya diakses orang dewasa. Akibat dari pemakaian internet tidak sehat inilah maka bisa terjadi `kecelakaan` yang menyebabkan kehamilan," tutur Teguh.

Mengingat tingginya angka pernikahan dini, Teguh memberikan beberapa saran, di antaranya Pemprov Kaltim perlu membuat aturan yang bersifat antisipasi, kemudian melakukan berbagai upaya dari seluruh komponen masyarakat guna memberikan pendidikan dan pecerahan tentang bagaimana memanfaatkan teknologi secara sehat.

"Cara lainnya adalah dengan peningkatan peran tokoh agama, masayarakat, dan orang tua dalam memberikan pemahaman, sekaligus penerapan nilai-nilai luhur dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat," ucap Teguh. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017