Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Anggota DPR-RI asal daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara mengeluhkan masalah pertanahan di dua daerah ini, mengingat masih seringnya konflik tanah meski sudah bersertifikasi sehingga banyak yang menjadi korban.

"Persoalan pertanahan yang terjadi di Desa Sumber Sari, Kabupaetn Kutai Barat, Provinsi Kaltim misalnya. Di sana ada pemukiman yang dintimidasi, bahkan kebun warga juga dibakar," ujar Anggota Komisi II DPR-RI Hetifah Sjaifudian dihubungi dari Samarinda, Kamis.

Di Desa Sumber Sari, lanjutnya, sejak lama diduduki warga transmigran. Bahkan mereka menjaga NKRI sejak tahun 60-an saat terjadi konfrontasi `Ganyang Malaysia`.

"Mereka juga sudah mendapat sertifikat, tetapi warga Sumber Sari kini justru mengalami intimidasi, bahkan kebun mereka pun dibakar oleh warga lain," katanya.

Ia mengaku saat digelarnya rapat kerja antara Komisi II DPR-RI dan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di kompleks DPR Senayan pada Rabu, 22 Februari, sudah menyampaikan permasalahan tersebut sehingga regulasi terkait pertanahan harus dipertegas.

"Selain menyampaikan masalah konflik tanah, saya juga sudah menyampaikan kondisi kelembagaan ATR/BPN yang harus diperkuat. Di Kaltara merupakan daerah pemekaran baru, sementara kantor BPN masih di Kaltim sehingga Kaltara masih bergabung dengan Kaltim terkait pertanahan," ujarnya.

Selain itu, kantor pertanahan di kabupaten/kota juga tidak semuanya ada, sehingga hal ini harus menjadi perhatian serius agar konflik lahan dapat minimalisir, bahkan jika bisa dihilangkan.

Dalam kesempatan itu, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menyampaikan pendekatan dalam RUU Pertanahan. Menurutnya, ada tiga pendekatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang diterapkan.

Pertama adalah unifikasi hukum atas UU sektor yang terkait dengan tanah ke dalam hukum tanah nasional (omnibus law).

Kedua adalah RUU Pertanahan harus dapat menjawab dan menyelesaikan setiap masalah pertanahan, dan tang ketiga adalah RUU mencakup inisiatif perubahan substansi.

Menanggapi hal itu, Hetifah menyampaikan perlunya pembahasan RUU Pertanahan dengan melibatkan beberapa kementerian. Harmonisasi RUU Pertanahan antara Kementerian ATR/BPN dengan kementerian lain merupakan kunci pembahasan RUU ini.

"Kami mengingatkan tentang pentingnya pembatasan penguasaan tanah. Untuk itu, RUU nantinya harus memberikan kepastian hak batas tanah. Kepemilikan tanah jangan sampai dikuasai mafia tanah," tutur politisi Partai Golkar ini. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017