Samarinda (ANTARA Kaltim) - KONI Kaltim mempertimbangkan untuk membuka sampel B guna membela lifter angkat berat Awang Latief yang dinyatakan positif melakukan doping pada PON XIX/2016 Jawa Barat.
Wakil Ketua II KONI Kaltim Sumarlani di Samarinda, Senin, mengatakan pihaknya pada 13 Januari di Jakarta bertemu PB PON untuk mempertanyakan kredibilitas lembaga penguji doping
Ia menegaskan bahwa KONI Kaltim siap mendampingi Awang saat menjalani pemanggilan berikutnya pada pekan depan.
"Yang bersangkutan akan dimintai keterangan pembelaan. Kita juga dari KONI provinsi akan mem-"backup" pembelaan itu. Pembelaan ini kami lakukan atas dasar pembinaan atlet yang merupakan aset kita," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan kemungkinan membuka sampel B (uji sampel kedua) sebagai pembelaan.
Proses dan pembiayaan yang dikeluarkan untuk membuka sampel B tidaklah mudah.
"Kalaupun kita membuka sampel B itu, membutuhkan waktu lama. Sampel tersebut harus dibuka dan diuji di laboratorium tes doping nasional India. Biaya buka sampel B juga wajib ditanggung yang bersangkutan (atlet dan pengurus daerah), ujarnya
Diketahui biaya buka sample B menghabiskan biaya sekitar US$ 300. Rinciannya yaitu US$ 200 (pengujian sampel) dan US$ 100 (ongkos pengganti pemeriksaan sample).
Sebelumnya, PB PON telah menyampaikan daftar 14 atlet yang positif menggunakan doping pada gelaran PON XIX/2016 Jawa Barat. Atlet Kaltim, Awang Latief termasuk dalam 14 nama tersebut. Sumarlani mengatakan KONI Kaltim telah mendapat jawaban terkait kredibilitas lembaga penguji doping yang digunakan PB PON.
Menurutnya lembaga yang menguji doping, National Dope Testing Laboratory di New Delhi, India sudah terakreditasi WADA (World Anti Doping Agency).
Dari total lebih kurang 9.000 atlet yang berlaga di PON, hanya 600an atlet yang diambil sampelnya, 14 atlet terindikasi positif doping.
"Sesuai dengan surat yang baru kami terima dari PB PON bahwa itu sudah melalui Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI). PB PON memilih India karena lebih murah sedikit. Mereka mengambil sampel secara acak karena terkait anggaran. Jadi tidak semua atlet diambil sampel urine-nya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Wakil Ketua II KONI Kaltim Sumarlani di Samarinda, Senin, mengatakan pihaknya pada 13 Januari di Jakarta bertemu PB PON untuk mempertanyakan kredibilitas lembaga penguji doping
Ia menegaskan bahwa KONI Kaltim siap mendampingi Awang saat menjalani pemanggilan berikutnya pada pekan depan.
"Yang bersangkutan akan dimintai keterangan pembelaan. Kita juga dari KONI provinsi akan mem-"backup" pembelaan itu. Pembelaan ini kami lakukan atas dasar pembinaan atlet yang merupakan aset kita," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan kemungkinan membuka sampel B (uji sampel kedua) sebagai pembelaan.
Proses dan pembiayaan yang dikeluarkan untuk membuka sampel B tidaklah mudah.
"Kalaupun kita membuka sampel B itu, membutuhkan waktu lama. Sampel tersebut harus dibuka dan diuji di laboratorium tes doping nasional India. Biaya buka sampel B juga wajib ditanggung yang bersangkutan (atlet dan pengurus daerah), ujarnya
Diketahui biaya buka sample B menghabiskan biaya sekitar US$ 300. Rinciannya yaitu US$ 200 (pengujian sampel) dan US$ 100 (ongkos pengganti pemeriksaan sample).
Sebelumnya, PB PON telah menyampaikan daftar 14 atlet yang positif menggunakan doping pada gelaran PON XIX/2016 Jawa Barat. Atlet Kaltim, Awang Latief termasuk dalam 14 nama tersebut. Sumarlani mengatakan KONI Kaltim telah mendapat jawaban terkait kredibilitas lembaga penguji doping yang digunakan PB PON.
Menurutnya lembaga yang menguji doping, National Dope Testing Laboratory di New Delhi, India sudah terakreditasi WADA (World Anti Doping Agency).
Dari total lebih kurang 9.000 atlet yang berlaga di PON, hanya 600an atlet yang diambil sampelnya, 14 atlet terindikasi positif doping.
"Sesuai dengan surat yang baru kami terima dari PB PON bahwa itu sudah melalui Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI). PB PON memilih India karena lebih murah sedikit. Mereka mengambil sampel secara acak karena terkait anggaran. Jadi tidak semua atlet diambil sampel urine-nya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017