Samarinda (ANTARA Kaltim) - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur mewajibkan sebanyak 250 kios usaha mikro kecil dan menengah melakukan transaksi jual beli tidak menggunakan uang kontan atau non-tunai.
"Untuk menyosialisasikan dan membiasakan transaksi non-tunai bagi masyarakat luas, sebanyak 250 kios UMKM yang berpartisipasi di Festival GNNT (Gerakan Nasional Non-Tunai) Kaltim 2016 diwajibkan melakukan transaksi secara non-tunai," ujar Kepala BI KPw Provinsi Kaltim Muhammad Nur di Samarinda, Sabtu.
Kewajiban transaksi sistem non-tunai tersebut hanya diberlakukan selama tiga hari, yakni selama BI Kaltim menggelar sosialisasi yang dikemas dalam Festival GNNT Kaltim 2016 pada 2-4 Desember 2016.
Sementara dalam penerapan transaksi non-tunai bagi 250 UMKM dalam kios yang disiapkan dilakukan dengan dukungan perangkat dari perbankan dan Telkomsel.
Ia melanjutkan, untuk narasumber nasional yang hadir meramaikan Festival GNNT Kaltim 2016, antara lain James Gwee, seorang motivator nasional dengan materi bertema "Smart Money Wave and Digitize Your Business".
Kemudian pakar ekonomi dan bisnis syariah Dr Syafii Antonio dengan tema "Less Cash Society and Digital Islamic Business", Ricky Satria (Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistim Pembayaran Bank Indonesia.
Narasumber lainnya adalah Handry Satriago (CEO of General Electric Indonesia dengan tema "Leading In Uncertainity"),
Sally Geofanny (pemilik Batik Trusmi dengan tema "Muda Milionaire"), Ade Wahyudi (Direktur TDA Mart dengan tema "100 Juta Pertama dari Bisnis Online"), dan sejumlah pembicara lainnya.
Sosialisasi dalam rangka kampanye GNNT dilakukan, karena di kawasan ASEAN penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik di Indonesia relatif masih rendah.
"Jumlah populasi penduduk Indonesia masih berpotensi besar bagi perluasan akses layanan sistem pembayaran non-tunai," ujarnya.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia melibatkan pemerintah pusat yang diwakili berbagai kementerian, kemudian pemerintah daerah untuk mendorong penggunaan transaksi non-tunai, baik dalam tata kelola pemerintahan maupun pada aktivitas transaksi sehari-hari di masyarakat.
Hal ini dinilai penting untuk mendorong perekonomian yang lebih efisien, sehingga dapat meningkatkan aspek pengelolaan keuangan masyarakat, pelaku bisnis maupun lembaga-lembaga pemerintah.
"Salah satu komitmen perwujudan dari upaya ini adalah diawali dengan pencanangan peningkatan transaksi non tunai melalui sosialisasi GNNT seperti sekarang," tutur M Nur. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Untuk menyosialisasikan dan membiasakan transaksi non-tunai bagi masyarakat luas, sebanyak 250 kios UMKM yang berpartisipasi di Festival GNNT (Gerakan Nasional Non-Tunai) Kaltim 2016 diwajibkan melakukan transaksi secara non-tunai," ujar Kepala BI KPw Provinsi Kaltim Muhammad Nur di Samarinda, Sabtu.
Kewajiban transaksi sistem non-tunai tersebut hanya diberlakukan selama tiga hari, yakni selama BI Kaltim menggelar sosialisasi yang dikemas dalam Festival GNNT Kaltim 2016 pada 2-4 Desember 2016.
Sementara dalam penerapan transaksi non-tunai bagi 250 UMKM dalam kios yang disiapkan dilakukan dengan dukungan perangkat dari perbankan dan Telkomsel.
Ia melanjutkan, untuk narasumber nasional yang hadir meramaikan Festival GNNT Kaltim 2016, antara lain James Gwee, seorang motivator nasional dengan materi bertema "Smart Money Wave and Digitize Your Business".
Kemudian pakar ekonomi dan bisnis syariah Dr Syafii Antonio dengan tema "Less Cash Society and Digital Islamic Business", Ricky Satria (Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistim Pembayaran Bank Indonesia.
Narasumber lainnya adalah Handry Satriago (CEO of General Electric Indonesia dengan tema "Leading In Uncertainity"),
Sally Geofanny (pemilik Batik Trusmi dengan tema "Muda Milionaire"), Ade Wahyudi (Direktur TDA Mart dengan tema "100 Juta Pertama dari Bisnis Online"), dan sejumlah pembicara lainnya.
Sosialisasi dalam rangka kampanye GNNT dilakukan, karena di kawasan ASEAN penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik di Indonesia relatif masih rendah.
"Jumlah populasi penduduk Indonesia masih berpotensi besar bagi perluasan akses layanan sistem pembayaran non-tunai," ujarnya.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia melibatkan pemerintah pusat yang diwakili berbagai kementerian, kemudian pemerintah daerah untuk mendorong penggunaan transaksi non-tunai, baik dalam tata kelola pemerintahan maupun pada aktivitas transaksi sehari-hari di masyarakat.
Hal ini dinilai penting untuk mendorong perekonomian yang lebih efisien, sehingga dapat meningkatkan aspek pengelolaan keuangan masyarakat, pelaku bisnis maupun lembaga-lembaga pemerintah.
"Salah satu komitmen perwujudan dari upaya ini adalah diawali dengan pencanangan peningkatan transaksi non tunai melalui sosialisasi GNNT seperti sekarang," tutur M Nur. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016