Jakarta (ANTARA News) - Tersangka pelaku pelemparan bom rakitan di halaman Gereja Oikumene, Kota Samarinda, Minggu (13/11), Juhanda membutuhkan waktu selama tiga hari untuk merakitnya.
"Bom dirakit sendiri selama tiga hari. Kemudian pada (hari Minggu), pelaku mendatangi TKP dan melempar bom itu ke halaman gereja," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Boy menyebut, Juhanda belajar merakit bom di Aceh pada kurun waktu 2009-2011.
Menurutnya, hingga saat ini sebanyak 15 orang saksi telah diminta keterangannya dalam penyidikan kasus tersebut.
Identitas pelaku bom Gereja Oikumene adalah Juhanda (32 tahun) alias Joh alias Muhammad bin Aceng Kurnia.
Juhanda diketahui bekerja sebagai buruh dan tinggal di sebuah masjid tanpa nama yang terletak di Jalan Cipto Mangunkusumo RT 4 Kelurahan Sengkotek Kecamatan Samarinda Seberang.
Pelaku pernah menjalani hukuman penjara selama tiga tahun enam bulan sejak Mei 2011 atas kasus teror bom Puspitek, Serpong, Tangsel, Banten. Kemudian Juhanda dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014.
"Kemudian pelaku pindah ke Samarinda dan bekerja sebagai buruh di sana," katanya.
Tak hanya terlibat kasus teror bom di Serpong, Juhanda alias Joh juga diduga terkait dengan kasus bom buku di Jakarta pada 2011 yang tergabung dalam kelompok Pepy Fernando.
"Ini jaringan lama. Sekarang dia bergabung dengan JAD (Jamaah Anshar Daulah) Kaltim," ujarnya.
Peristiwa ledakan bom di halaman Gereja Oikumene, Jalan Cipto Mangunkusumo Nomor 32 RT 03, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur, pada Minggu (13/11) mengakibatkan empat orang anak dan balita mengalami luka serius, bahkan seorang korban di antaranya bernama Intan Olivia Marbun yang berumur 2,5 tahun meninggal dunia.
Akibat peristiwa tersebut, tubuh Intan mengalami luka bakar 70 persen dan infeksi saluran pernapasan. Balita malang itu akhirnya meninggal ketika menjalani perawatan intensif di RSUD AW Sjahranie Samarinda, Senin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Bom dirakit sendiri selama tiga hari. Kemudian pada (hari Minggu), pelaku mendatangi TKP dan melempar bom itu ke halaman gereja," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Boy menyebut, Juhanda belajar merakit bom di Aceh pada kurun waktu 2009-2011.
Menurutnya, hingga saat ini sebanyak 15 orang saksi telah diminta keterangannya dalam penyidikan kasus tersebut.
Identitas pelaku bom Gereja Oikumene adalah Juhanda (32 tahun) alias Joh alias Muhammad bin Aceng Kurnia.
Juhanda diketahui bekerja sebagai buruh dan tinggal di sebuah masjid tanpa nama yang terletak di Jalan Cipto Mangunkusumo RT 4 Kelurahan Sengkotek Kecamatan Samarinda Seberang.
Pelaku pernah menjalani hukuman penjara selama tiga tahun enam bulan sejak Mei 2011 atas kasus teror bom Puspitek, Serpong, Tangsel, Banten. Kemudian Juhanda dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014.
"Kemudian pelaku pindah ke Samarinda dan bekerja sebagai buruh di sana," katanya.
Tak hanya terlibat kasus teror bom di Serpong, Juhanda alias Joh juga diduga terkait dengan kasus bom buku di Jakarta pada 2011 yang tergabung dalam kelompok Pepy Fernando.
"Ini jaringan lama. Sekarang dia bergabung dengan JAD (Jamaah Anshar Daulah) Kaltim," ujarnya.
Peristiwa ledakan bom di halaman Gereja Oikumene, Jalan Cipto Mangunkusumo Nomor 32 RT 03, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur, pada Minggu (13/11) mengakibatkan empat orang anak dan balita mengalami luka serius, bahkan seorang korban di antaranya bernama Intan Olivia Marbun yang berumur 2,5 tahun meninggal dunia.
Akibat peristiwa tersebut, tubuh Intan mengalami luka bakar 70 persen dan infeksi saluran pernapasan. Balita malang itu akhirnya meninggal ketika menjalani perawatan intensif di RSUD AW Sjahranie Samarinda, Senin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016