Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Satuan Kerja Khusus Migas Kalimantan Sulawesi (SKK Migas Kalsul) mendorong agar perusahaan pemegang kontrak kerja sama migas membuat sertifikat untuk lahan wilayah kerja mereka sebagai tanah atau barang milik negara, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/2009.

Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas Wahyu Dono di Balikpapan, Kamis, menyebutkan proses sertifikasi barang milik negara (BMN) masih terus berlangsung. Untuk KKKS yang sudah hampir selesai adalah Chevron. Dengan luasan 1.400 hektare, diantaranya 600 hektar sudah bersertifikasi atas nama pemerintah Republik Indonesia.

"Tahun kemarin sudah diserahkan kepada kami dari kantor tanah dan kami secara simbolis diserahkan ke Kementerian Keuangan," kata Wahyu Dono.

"Kalau Total Indonesie masih dalam tahap pengukuran dan kami dapat perintah setor karena harus dimasukan dalam kas negara (PNBP).Penyetoran tidak ke kantor tanah tapi langsung ke kas negara," ujarnya.

Begitupula di Sulawesi itu, YOB Tomori. "Kami sudah berjalan sudah ada tidak ada hambatan.Sudah kami penjelasan kami ke kantor tanah. Sudah dalam tahapan pengukuran dan tidak ada masalah," sambung Wahyu Dono.

Dia menyebutkan sejumlah kendala dalam sertifikasi BMN yang dihadapi diantaranya tumpah tindih lahan seperti status lahan yang tadinya hutan biasa yang kemudian ditetapkan menjadi kawasan hutan konservasi atau cagar budaya sementara kegiatan hulu migas sudah lebih dulu dilakukan.

"Sekarang ini kami koordinasi dengan Kementerian LHK terhadap kegiatan hulu yang sudah eksisting. Kalau masuk hutan lindung atau hutan produksi itu masih bisa tapi sulit kalau dia masuk hutan konservasi dan cagar alam. Yang boleh ada kegiatan luar kehutan itu hanya panas bumi. Kami harapan ini sama karena ini juga kegiatan hulu harapan kami dikeluarkan dari kegiatan kehutanan," jelasnya.

Ada pula kasus seperti yang dialami Vico yakni sumur dan pipa minyak masuk di areal bendungan Marangkayu , Bontang yang dikerjakan Dinas pekerjaan Umum.

"Ini belum ada titik temu soal ini. Kalau kami hapuskan BMN itu harus ada persetujuan menteri Keuangan dan tidak semudah membalik tangan karena disitu ada fasilitas hulu migas yang produksi minyak dan gas yang nantinya berikan pendapatan pada negara. Kalau persoalan dengan kantor tanah hal ini masih berjalan baik sesuai rule dicapai," ujarnya.

Persoalan lainnya terang Wahyu yakni masalah luasan hasil pengukuran tanah. Biasanya penentuannya tanah, perubahan diakibatkan dari faktor alam dan faktor ukur. Karena hasil BNM yang dibebaskan ini sudah lama yang dulunya administrasi pelepasannya belum sesuai kaidah tanah saat ini.

"Ini yang cukup sulit penuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi di kantor tanah. Karena pelepasan sudah lama. Ini yang harus pemahaman bersama. Dan kami sekarang lagi penuhi syarat-syarat dokumen itu," jelasnya.

Dia mengakui masih ada pihak ketiga (yang menguasai atas tanah-tanah KKKS) yang belum memahami sertifikasi pada kegiatan hulu migas bahwa aset berupa tanah itu akan menjadi BMN.

"Karena KKKS itu punya tiga kewajiban yakni pengamanan secara administrasi yakni pelaporan periodik, pengaman secara yuridis yakni melakukan sertifikasi BMN atas nama Pemerintah RI dan dan pengamanan fisik. Inilah saat ini kami dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM melakukan program sertifikasi dan roadshow ke daerah-daerah," jelasnya. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016