Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur meminta pihak terkait di daerah setempat tetap mewaspadai kemungkinan terjadinya lonjakan harga atau inflasi pada akhir tahun, meskipun beberapa bulan terakhir harga barang cenderung menurun.

"Meskipun tren penurunan laju inflasi 2016 hingga kini terus terjadi, namun kita tetap perlu mewaspadai beberapa risiko lonjakan harga menjelang akhir tahun," kata Deputi BI Kantor Perwakilan Provinsi Kaltim Harry Aginta di Samarinda, Selasa.

Menurut ia, pada akhir tahun ada kecenderungan sebagian masyarakat menggelar pesta menyambut Hari Natal dan tahun baru, sehingga banyak komoditas yang diserap. Semakin banyak warga mencari suatu barang, maka harga barang tersebut.

Hal lain yang bisa memicu inflasi adalah kemungkinan fenomena La Nina meskipun dalam intensitas lemah, kemudian kenaikan cukai rokok yang tentu saja bisa memicu gejolak di tingkat konsumen.

Untuk itu, lanjutnya, BI Provinsi Kalimantan Timur bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) provinsi dan kabupaten/kota di Kaltim akan terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan pergerakan inflasi secara khusus dan perekonomian secara umum, baik domestik maupun eksternal.

Beberapa fokus utama yang harus dilakukan adalah memastikan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi pangan pokok, peningkatan kualitas infrastruktur dan sarana logistik, serta menjaga efektivitas komunikasi kepada masyarakat mengenai informasi harga pangan.

Selain itu, Bank Indonesia secara konsisten juga melakukan penyesuaian terkait perkembangan perekonomian dan inflasi Kaltim terkini. Hal ini perlu dilakukan guna menuju sasaran inflasi akhir tahun sebesar 4+1 persen (yoy).

Sedangkan untuk September 2016, tambah Harry, Provinsi Kaltim mengalami deflasi (penurunan harga) 0,02 persen. Dilihat berdasarkan kota pembentuknya, maka Kota Samarinda mengalami deflasi 0,20 persen (mtm) atau 3,53 persen (yoy).

Deflasi di Kota Samarinda disebabkan oleh kenaikan kelompok inti seperti tarif pulsa ponsel, kebutuhan sekolah dasar, pemeliharaan dan sewa rumah, serta kelompok administered price seperti rokok kretek filter dan tarif listrik.

"Deflasi yang terjadi di Samarinda disumbang sebagian besar oleh kelompok bahan makanan seperti bayam, wortel, udang basah, cabai rawit, dan kangkung," ucap Harry.

Sebaliknya, Kota Balikpapan justru mengalami inflasi pada September yang sebesar 0,21 persen (mtm) atau 3,90 persen (yoy). Inflasi di Balikpapan disebabkan oleh kelompok inti seperti tarif pulsa ponsel, tukang bukan mandor, air kemasan, dan kelompok bahan makanan yaitu pisang, daging ayam ras, rendang, bayam, dan ikan layang. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016