Samarinda (ANTARA Kaltim)- Pembangunan Hotel Mercure dan Hotel IBIS Kota Samarinda menuai permasalahan cukup serius. Dimana, posisi lahan pembangunan kedua hotel tersebut yang terletak di bekas tanah sekolah Tionghoa di Jalan Mulawarman dan Niaga Selatan Samarinda disebut telah disalahgunakan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Aspirasi ini disampaikan Sindoro Tjokrotekno selaku Ketua Umum Yayasan Alumni Sekolah Ta’hwa Samarinda saat demo di depan Gedung DPRD Kaltim, Rabu (3/3).

Dia meminta agar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pembangunan kedua hotel itu dicabut.

“Pejabat BPN memperpanjang HGB tanpa mengikuti surat DPRD Provinsi Kaltim. Saya minta kepada BPN beserta jajarannya untuk tidak memperpanjang masa HGB yang telah berakhir tahun 2016 ini. DPRD Kaltim harus tegas menyelesaikan pesoalan ini,” katanya.

Menurut Sindoro, Badan Pertanahan Nasional (BPN) diduga telah dengan sengaja “melelehkan” surat DPRD Provinsi Kaltim yang ditujukan ke wali kota dan BPN kabupaten/kota. Sesuai penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 805;806 dan 851 atas nama Suryadi Tandio. Yang mana tanah tersebut telah disita oleh negara dijadikan Sekolah Ampera yang dinyatakan oleh wali kota BPN/Agraria dan Komando Daerah Militer (Kodim).

“Yayasan memegang Hak Eigendom Nomor 32 tanah 1931. Melepas tanah asing bekas sekolah Tionghoa tersebut kepada Negara. Bukan berarti diberikan dan dimiliki perorangan untuk memperkaya diri,” cetusnya.

Merespons hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Josep menerima dan mendengarkan aspirasi atas pengaduan yayasan terhadap dugaan penyimpangan penyalahgunaan pembangunan.

“Jika aset ini adalah aset negara. Tentu menjadi kewenangan negara untuk mempertahankannya, khususnya kami yang ada di DPRD Kaltim. Komisi akan melakukan hearing untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ketika kami memerlukan keterangan dari pihak yayasan, mohon kesiapannya,” kata Josep. (Humas DPRD Kaltim/adv)

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016