Samarinda (ANTARA Kaltim)- Ketua Komisi II DPRD Kaltim Edy Kurniawan membantah pihaknya dikatakan menghambat proses persetujuan pembangunan Trans Studio, karena hingga saat ini masih belum sepakat terkait dengan bentuk pola kerjasama.

Hal tersebut disampaikan Edy, sesusai rapat tertutup antara Komisi II DPRD Kaltim dengan Dirut Perusda MBS Sabri Ramdhani, Karo Ekonomi Pemprov Kaltim Abu Helmi, Karo Perlengkapan Pemprov Kaltim Agung Pramono, dan lainnya, Senin (29/2).

Menurutnya, dalam pertemuan itu membahas masalah teknis karena banyak yang belum rampung soal pola kerjasama, termasuk peghapusan aset menjadi penyertaan modal ada perbedaan. Karena Perda MBS ada perda penyertaan modal yang mana bersifat setoran modal.

Misalnya Bank Kaltim penyertaan modalnya di Perda APBD. Sementara Trans Studio berupa aset, jadi sebagaimana PP 27/2014 itu mengisyaratkan selain persetujuan DPRD harus diikuti Perda. Jadi perlu diatur lebih dalam bentuk pola kerjasamanya, apakah Build Operate Transfer (BOT) atau joint venture tinggal dilihat mana yang lebih menguntungkan.

Seperti diketahui bersama, BOT adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta. Pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan swasta guna membangun proyek. Sedangkan joint venture ialah kerja sama beberapa pihak untuk menyelenggarakan usaha bersama dalam jangka waktu tertentu. Biasanya kerja sama berakhir setelah tujuan tercapai atau pekerjaan selesai.

Edy mengatakan, kecenderungan komisi II dengan pola BOT sebagaimana saran dari BPKP Kaltim. Karena jika menggunakan sistem joint venture resiko kerugian oleh perusahaan juga akan terkena dampang langsung kepada pendapatan daerah.

“Masih tahap diskusi pola kerjasama. Misal, oke sistem joint venture tetapi boleh dong minta beberapa jabatan penting di pegang Kaltim. Contoh, komisaris, direktur keuangan atau lainnya. Walaupun tidak mungkin komisaris utama karena sistem 30 persen saham milik Pemprov Kaltim dan 70 Trans Studio,” ujar Edy.
 
Dirut Perusda MBS Sabri Ramdhani menyebutkan pihaknya menyarankan bentuk pola kerjasama yang nantinya diambil adalah bentuk joint venture karena lebih menguntungkan dan Kaltim juga ikut mengelola bisa jadi direksi bisa jadi komisaris. Kekhawatiran tentang adanya dilusi atau penurunan persentase kepemilikan dari pemegang saham sebagai akibat dari bertambahnya jumlah saham yang beredar, sudah diamankan nantinya dalam bentuk akte perjanjian.

“Adapun akte perjanjian yang ditandatangani di notaris nantinya intinya salah satu pasal menerangkan bahwa tidak ada dilusi. Caranya, yang membangun Trans Studio, Kaltim menyediakan lahannya. Nanti jika dalam perjalanan pembangunan kekurangan dana, maka anak perusahaan yang akan mengajukan pinjaman ke bank yang telah difasilitasi Tans yakni Bank Mega,”ungkap Sabri.

Terkait dengan kekhawatiran tentang Kaltim akan dirugikan, menurut Sabri dengan nilai tanah Kaltim Rp 315 miliar, sedangkan injeksi modal di atas Rp 1 triliun, logikanya tidak mungkin merugikan Pemprov Kaltim. “Tidak perlu khawatir tentang sertifikat tanah akan dijadikan jaminan ke bank karena dengan nilai tanah Rp 315 miliar pihak Bank hanya memberi pinjaman setengahnya saja.

Artinya, Rp 150 miliar hanya mampu bangun hotel atau mall kecil saja, sedangkan letak nilai jual Trans Studio itu pada arena permainan yang harus diperbaharui dalam beberapa tahun terakhir,”tegas Sabri.

Berbicara tentang keuntungan Kaltim tidak hanya pendapatan langsung yang didapat daerah melainkan banyak efek luas seperti, parkir, ekonomi kemasyarakat sekitar dan penyerapan tenaga kerja serta lainnya.(Humas DPRD Kaltim/adv)



Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016