Samarinda (ANTARA Kaltim) – Rapat dengar pendapat (hearing) Pansus Ketenagalistrikan DPRD Kaltim bersama mitra kerja yakni, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim, PT Kariangau Power, PT Indo Pusaka Berau, PT Telen Prima, PT Kalimantan Powerindo, PT REA Kaltim dan PLTG Senipah, berlangsung di Gedung DPRD Kaltim, , beberapa hari lalu.

Ketua Pansus sekaligus pimpinan rapat, Dahri Yasin didampingi beberapa anggota pansus lain seperti Saefuddin Zuhri, Muhammad Adam, dan Suterisno Thoha, mendengar pemaparan dari mitra kerja dalam menyerap masukan untuk pembahasan dan penyusunan draf Raperda mengenai Ketenagalistrikan ini.

“Beberapa permintaan dari mitra kerja swasta ini akan kami kaji lagi pada internal pansus. Sehingga bisa dimasukan ke batang tubuh raperda,” kata Dahri Yasin.

Misalnya saja, lanjut Dahri Yasin, Distamben mengajukan untuk memasukan draf yang berisi tentang perizinan ketenagalistrikan, perizinan ekses power dan izin operasi. Distamben juga memaparkan mengenai permasalahan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL), tarif dasar listrik, hingga permasalahan sewa jaringan.

Pemaparan dari mitra kerja seperti inilah yang memang diharapkan dalam penyusunan draf raperda.

“Staf pansus akan terus berkonsultasi baik langsung maupun tidak dengan mereka, agar semua isi dan pokok pikiran bisa terangkum dalam pengesahan raperda menjadi perda,” kata Dahri Yasin lagi.

Tak hanya itu, mitra kerja dari perusahaan swasta juga mengatakan keseriusan mereka dalam penyusunan draf raperda. Karena, pengembangan ketenagalistrikan perusahaan swasta terus terkendala transmisi, ekses power yang tak pasti, pembebasan lahan warga, hingga harga jual produk kelistrikan yang terlalu murah.

Selain itu, perusahaan swasta juga meminta kejelasan kontrak kerja dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
 
Jangka waktu kontrak diharapkan minimal  5 tahun, sehingga mereka bisa lebih berupaya dalam pengembangan ketenagalistrikan yang cukup bagi seluruh rakyat Kaltim.

“Pasokan listrik kami dijual sebagai ekses power dengan harga jual Rp 852/KWh. Tentu saja, ini terlalu murah karena harga bahan bakar batu bara saja, mencapai harga Rp 512/KWh. Jika terus dibiarkan, maka kami akan terus rugi. Maka dari itu, kami akan terus berkonsultasi dengan Pansus Ketenagalistrikan agar ada payung hukum yang melindungi perusahaan swasta ini,” ujar Edison, perwakilan PT Kalimantan Powerindo. (Humas DPRD Kaltim/adv)

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015