Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Penanganan kasus tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, sudah banyak dilakukan instansi dan lembaga terkait, tetapi penyelesaiannya terkadang tidak tuntas, kata Asisten III Bidang Kemasyarakatan Sekkota Samarinda Ridwan Tassa.

"Pemerintah Kota Samarinda tidak tinggal diam terhadap berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Ridwan Tassa di Samarinda, Kamis.

Berkaitan hal tersebut, Badan Litbang dan Diklat Pemkot Samarinda bekerja sama dengan Puslitbang Universitas Mulawarman menggelar seminar tentang kajian kekerasan terhadap anak.

Menurut Ridwan, kekerasan pada perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang sering terjadi di masyarakat.

Bahkan, tidak hanya seorang pria, melainkan wanita yang selama ini sering menjadi korban, justru kadang menjadi pelaku khususnya menyangkut kekerasan terhadap anak.

"Upaya penanganan kasus tindakan kekerasan pada perempuan dan anak sudah banyak dilakukan, hanya saja penyelesaiannya yang kadang-kadang tidak tuntas," tambahnya.

Ia menambahkan seminar yang melibatkan kalangan akademisi ini berupaya mencari model penanganan agar perlindungan yang akan dilakukan menjadi lebih maksimal.

Pemkor Samarinda, lanjut Ridwan, tidak tinggal diam terhadap kasus kekerasan terhadap anak, dengan melakukan penanganan dalam bentuk perlindungan, pengamanan hingga pendampingan yang saat ini sudah dilaksanakan melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan.

"Belum lagi ditambah dengan terbentuknya unit Pusat Pelayanan Terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A)," katanya.

"Ini semua untuk mempermudah koordinasi dan mempercepat pelayanan. Ditambah dengan adanya kajian-kajian seperti ini, kami harapkan apa yang menjadi hasil rumusan tidak sekadar menjadi wacana, melainkan juga bisa menjadi rekomendasi terhadap kebijakan yang akan diambil di kemudian hari," ungkap Ridwan Tassa.

Berdasar hasil kajian tim Universitas Mulawarman Samarinda, ada beberapa kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam masalah ini, khususnya komitmen berkomunikasi dalam menjalin kerja sama dengan kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap program perlindungan perempuan dan anak.

"Bisa juga membuat terobosan baru melalui kerja sama dengan perguruan tinggi terkait penyediaan tenaga ahli psikolog dan psikiater yang dapat bekerja secara konsisten," jelas Ridwan Tassa. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015