Samarinda (ANTARA Kaltim) - Perdagangan cinderamata yang terbuat dari bagian tubuh penyu sisik di Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, sudah mulai menurun, kata Koordinator ProFauna Borneo, Bayu Sandi.

Berdasarkan pantauan ProFauna Borneo kata Bayu Sandi, pada Februari 2015, hanya ada satu toko yang masih menyimpan cinderamata dari penyu sisik.

"Berdasarkan pantauan kami, saat ini hanya terisa satu toko di Tanjung Redeb yang masih menjual cinderamata berbahan penyu sisik," ungkap Bayu Sandi, dihubungi dari Samarinda, Senin.

Sebelumnya kata Bayu Sandi, ProFauna menemukan enam toko cinderamata di Tanjung Redeb yang menjual souvenir terbuat dari karapas penyu sisik.

"Cinderamata tersebut berbentuk cincin, gelang dan kalung yang dijual dengan harga bervariasi yakni, antara Rp10.000 hingga Rp70.000 per buah," kata Bayu Sandi.

Perdagangan cinderamata yang mengandung karapas penyu sisik lanjut Bayu Sandi, sudah belangsung selama bertahun-tahun di Tanjung Redeb.

Kebiasaan itulah tambah dia yang mendasari ProFauna melakukan kampanye dan edukasi untuk menghentikan perdagangan illegal tersebut.

"ProFauna secara aktif bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Berau untuk menangani masalah perdagangan penyu sisik tersebut," katanya.

"Hasilnya sangat menggembirakan karena kini hanya tinggal satu toko saja yang masih menyimpan cinderamata yang mengandung penyu sisik, yaitu toko Punky Shop. Sebelumnya, ada lima toko lain yang menjual cinderamata dari penyu sisik yakni, toko Basinang, Gareng, Kalimaru Corner, Puri dan Dayak Jet Shop," ungkap Bayu Sandi.

ProFauna kata Bayu sandi mengapresiasi aparat pemerintah yang telah menindaklanjuti laporan LSM yang dahulu bernama KSBK (Konservasi Satwa Bagi Kehidupan), sebuah lembaga independen nonprofit berjaringan internasional yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya.

"Ini sebuah langkah maju untuk konservasi penyu di Berau. Perdagangan semua jenis penyu baik hidup maupun bagian-bagian tubuhnya seperti sisik atau telurnya itu dilarang oleh undang-undang," katanya.

"Menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelanggarnya bisa diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta," ungkap Bayu Sandi.    (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015