Samarinda (ANTARA Kaltim) - Meski harus fokus dalam terapi penyembuhan dari penyakit bell's palsy (disfungsi syaraf wajah) yang dideritanya sejak Oktober lalu, Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk berjuang demi rakyat Kaltim.

Begitu pun saat Gubernur Awang Faroek Ishak diminta menjadi salah satu nara sumber dalam paket bertajuk "Siaran Berjaringan Nasional Aspirasi Merah Putih" yang dipancarkan secara nasional oleh Radio Republik Indonesia (RRI), pukul 00.00 WIB dini hari, Sabtu (24/1).

Meski malam itu masih berada di Ciater Spa and Resort, Subang, Jawa Barat dan harus bangun dini hari, Gubernur Awang Faroek Ishak justru sangat bersemangat memanfaatkan momen siaran langsung berjaringan nasional itu guna mengkampanyekan tuntutan otonomi khusus yang kian gencar diperjuangkan rakyat Kaltim.

Dalam acara yang dipandu, Marga Rahayu tersebut, Gubernur Awang Faroek Ishak melanjutkan keluh kesah rakyat Kaltim yang hingga 69 tahun Indonesia merdeka, ternyata belum sepenuhnya dapat menikmati hasil-hasil kemerdekaan.

Jalan-jalan di Kaltim masih masih banyak berlubang, sementara akses jalan ke perbatasan bahkan belum tersambung. Perhatian, bahkan dirasakan lebih besar dari negara tetangga, hingga muncul gagasan 10 desa di perbatasan Kaltim bermaksud hengkang dari pangkuan Bumi Pertiwi dan bergabung dengan negeri Jiran, Malaysia, meski rencana itu pun urung dilakukan setelah Wagub Mukmin Faisyal melakukan kunjungan ke kawasan tersebut.

Gubernur mengungkapkan, masyarakat di provinsi lain banyak mengenal Kaltim sebagai provinsi yang kaya raya karena kekayaan sumber daya alam minya dan gas maupun batubara. Sayangnya, tidak banyak yang tahu, bahwa hingga saat ini Kaltim masih 'menangis'.

Karena kekayaan alam terus dieksploitasi dan dikuras, sementara dana yang kembali ke daerah sangat tidak sebanding dengan besaran kontribusi devisa yang telah disumbangkan kepada negara. Lebih parah lagi, jika melihat kondisi kerusakan lingkungan Kaltim akibat ekploitasi sumber daya alam yang terus-menerus dilakukan.

Karena itulah rakyat Kaltim berontak. Lalu mereka menyerukan perjuangan otonomi khusus (otsus) bagi Kaltim. Sang moderator pun bertanya, apakah otsus dapat menjawab tuntutan kebutuhan rakyat Kaltim?

Dengan suara lantang Gubernur pun menjawab,"Saya yakin dengan dana yang besar, akan lebih banyak masyarakat Kaltim yang akan menikmati hasill pembangunan. Anda bayangkan, dengan sumbangan sekitar 670-an triliun setiap tahun kepada negara, jalan-jalan kami masih banyak yang berlobang. Jalan kami masih kelas 3b. Sedangkan saudara-saudara kita di Pulau Jawa dan kawasan barat Indonesia sudah bisa menikmati jalan dengan kualitas kelas 1."

"Pembangunan jalan tol masih kesulitan dana. Pelabuhan laut dan udara masih minim dukungan pusat. Telekomunikasi begitu juga. Rakyat perbatasan masih tidak bisa sepenuhnya menikmati fasilitas telekomunikasi. Infrastruktur, irigasi dan lainnya juga masih buruk.  Kami penghasil migas dan batubara, tapi listrik kami masih byarpet. Industri kita juga tidak mendapatkan pasokan gas dengan baik karena gas  dari Kaltim hanya dikirim ke luar negeri dan ke Jawa. Tidak setetespun dialirkan ke Kaltim, padahal kawasan industri kami di sini masih kekurangan gas," beber Awang.

Melongok ke perbatasan lanjut Awang, kondisi lebih miris. 69 tahun Indonesia merdeka dan baru beberapa pekan lalu rakyat setempat merasa merdeka. Itu pun hanya merdeka dalam komunikasi karena Pemprov telah membangun lima tower telekomunikasi di kawasan perbatasan dan mereka sudah dapat menggunakan jaringan seluler. Jadi mereka belum merdeka untuk yang lainnya.  

"Tidak ada akses jalan darat, tidak ada jalur udara, sebab yang ada hanya jalur sungai yang penuh jeram yang membahayakan," ujar Awang.

Kepada para pendengar RRI yang nampak sangat antusias melakukan interaksi dari layanan telpon dan short message service (sms) dalam acara tersebut, Gubernur Awang Faroek menegaskan bahwa rakyat Kaltim hanya menuntut keadilan pusat. Rakyat Kaltim masih sangat cinta dengan republik ini dan tidak ada sedikit pun terbersit niat untuk menjadi negara federasi atau menuntut merdeka.

"Kami sangat cinta NKRI. Kami cinta dengan saudara-saudara kita di provinsi lain yang harus dibantu dengan alokasi dari devisa yang kita kontribusikan. Kami hanya menuntut keadilan. Jika Papua dan Aceh bisa diberikan dana bagi hasil hingga 70 persen, mengapa Kaltim hanya diberikan 15,5 persen untuk minyak dan 30,5 persen untuk gas. Jika kami bisa diberikan 40 hingga 50 persen, saya kira itu sudah cukup adil," tegas Awang.

Dalam perjuangan ini, Gubernur pun menegaskan, bahwa Kaltim tetap akan melakukannya secara konstitusional. Kaltim tidak akan meniru cara berjuang rakyat Papua dan Aceh, dimana rakyat harus berhadapan dengan TNI dan Polri, mengangkat senjata dan bertempur.

"Perjuangan kami konstitusional. Tidak akan ada konfrontasi antara TNI dan Polri dengan rakyat, karena kami akan berjuang secara santun dan damai melalui saluran yang konstitusional," kata Awang lagi.

Kaltim kata Gubernur, harus tetap menjadi rumah yang nyaman bagi semua rakyat Indonesia yang ada di Kaltim. Dia pun menyebutkan, setelah kajian akademis rampung dikerjakan oleh para pakar dan akademisi yang melibatkan perguruan tinggi negeri dan swasta di Kaltim maupun luar Kaltim, akan digelar rapat besar di DPRD Kaltim untuk menyatukan tekad dan kekuatan sebelum perjuangan dilanjutkan ke Senayan dan Istana Negara.   

Siaran langsung tersebut juga menghadirkan pakar dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Anggota DPR RI Hadi Mulyadi dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.

Dalam siaran langsung nasional tersebut, tidak satupun penelpon atau pengirim sms yang tidak mendukung perjuangan otsus Kaltim. Para penelpon berasal dari Riau dan Palu, Jawa Tengah, Aceh, Kalbar, Jawa Barat, Bali dan Kepulauan Riau dan beberapa  penelpon dari Kaltim. (Humas Prov Kaltim/sul)

 

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015