Samarinda (ANTARA Kaltim) - Maraknya tambang dan pembalakan liar terhadap hutan menyebabkan hutan Kalimantan yang disebut-sebut sebagai paru-paru dunia menyusut drastis. Data yang dikeluarkan oleh State of the World's Forests 2007, angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 adalah 1,8 juta hektare per tahun. Tingginya laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record menganugerahi Indonesia sebagai negara yang laju kerusakan hutannya tercepat di dunia. Sebuah prestasi yang tidak patut untuk dibanggakan.

Menilik pernyataan ini, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kaltim yakni Yahya Anja mengatakan, kondisi ini memang kenyataan yang berlaku di Kaltim. Tak bisa dipungkiri menyusutnya lahan hutan yang terjadi memang makin terasa dampak sosialnya.  Banyak daerah yang hutannya telah hilang menderita karena erosi dan krisis tanah. Sulit untuk memperoleh produktivitas yang bagus pada lahan-lahan tersebut. Penanaman pohon dan reboisasi dapat membantu memperbaiki kerusakan lahan, sekaligus memberikan sisi positif lain seperti pangan, kayu, minyak, obat-obatan, serat, dan pendapatan lain yang lebih banyak lagi.

“Memang saya kategorikan hutan Indonesia dalam keadaan kritis, karena puluhan tahun menjadi andalan untuk pendapatan bagi negara. Mengalami krisis lahan hijau memang menjadi momok menakutkan yang sering menghampiri kita.  Daerah yang hutannya telah hilang, menderita karena erosi dan krisis tanah tidak boleh serta merta dibiarkan. Solusinya? Tentu saja melakukan reboisasi besar-besaran dan menyeluruh,” kata Yahya.

Politikus partai Demokrat ini menambahkan, reboisasi adalah sebuah kata yang berarti besar untuk kehidupan di atas bumi ini. Dalam garis besar  reboisasi bermakna penghijauan kembali hutan ataupun lahan kosong yang gundul. “Kita pikir pada zaman seperti ini tumbuhan akan semakin lestari, tapi tarnyata tidak. Orang-orang sekarang bahkan sama sekali tidak peduli dengan lingkungan dan kelestarian alam,” katanya.

Reboisasi yang bertujuan untuk memulihkan dan meningkatkan kembali produktifitas kawasan hutan yang kondisinya rusak, gundul dan kritis serta tidak produktif diharap mampu menjadi solusi alternatif. Dimulai dari skala terkecil, yakni dengan cara menanam pohon-pohon di sekitar pekarangan sebagai perlindungan terhadap alam lingkungan yang ada di lingkungan kita.

“Segala hal yang besar tentu saja dimulai dari yang paling kecil dahulu. Menjaga lingkungan di sekitar agar tetap asri sudah pasti memberikan dampak positif yang luar biasa besar bagi keberlangsungan kelestarian alam,” papar Yahya.

Selanjutnya para pengembang usaha pertambangan juga diminta bertanggung jawab melakukan rehabilitasi dan reboisasi terlebih dahulu terhadap bekas tambang sebelum ditinggalkan. Pemerintah sudah memberikan aturan lahan pascatambang wajib direboisasi sehingga kembali bermanfaat. Sayangnya pengawasan terhadap aktivitas tambang saat proses penambangan dan pascapenambangan saat ini tergolong lemah. Sehingga para penggiat tambang masih melenggang-lenggong tak mengindahkan aturan ini.

Pengawasan terhadap hal ini tentu saja harus melibatkan banyak pihak. DPRD, Pemprov, Pemkot, Distamben, pelaku tambang, dan unsur-unsur masyarakat harus saling sinergi dalam upaya menjaga kelestarian alam. Tidak ada kata lain selain bahu-membahu dalam mensukseskan reboisasi untuk kelestarian alam yang lebih baik kedepan. Terlebih saknsi bagi yang melanggar ketentuan hutan harus lebih diberatkan, agar efek jera mampu menekan hutan merosot drastis.

“Pentingnya reboisasi juga sebagai bukti kecintaan terhadap lingkungan hidup. Peran hutan karena tanpa pamrih telah memberikan oksigen, menjaga sumber air, menunjang kebutuhan kertas dan mencegah terjadinya bencana alam. Jika sudah tahu peran penting alam menyokong kehidupan kita, maka masih pentingkah peranan reboisasi?”  tutup Yahya. (Humas DPRD Kaltim/ adv/tos/oke)


Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014