Deputi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengingatkan pentingnya perlindungan anak dari kekerasan di ranah daring.

Menurut Woro di Balikpapan, Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis, data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menunjukkan sejak tahun 2016 hingga 2024 terdapat 9.228 kasus konten pornografi anak di ruang digital dengan 463 kasus di antaranya ditemukan pada tahun 2023.

"Indonesia bahkan telah menjadi lokasi tujuan bagi predator yang menyimpan konten pornografi anak," kata Woro saat memberikan materi pada Rapat Kordinasi Daerah (Rakorda) Perlindungan Anak di Ranah Daring.

Woro mengatakan rakorda tersebut bertujuan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi daerah dalam mengupayakan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di ranah daring.  "Isunya sangat komplek dan yang terlibat juga banyak," ucapnya.

Menurutnya, persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan hanya oleh Dinas PPA, tetapi harus berkolaborasi dengan sektor-sektor lain, sehingga mempermudah pencegahan dan penanganan.

Woro Srihastuti mengatakan anak-anak merupakan potensi dalam membangun bangsa menuju Indonesia Emas 2045. "Kita harus memastikan anak-anak dalam kondisi baik dan terlindungi dari kekerasan," ujarnya. 

Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kalimantan Timur (Kaltim) Sri Wahyuni mengatakan saat ini Bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dalam upaya melindungi anak-anak kita dari ancaman kekerasan, terutama di dunia maya.

Sekda mengajak masyarakat dan semua elemen keluarga untuk melakukan perlindungan terhadap anak-anak di tengah kemajuan teknologi informasi serta dunia digital, dengan cara memberikan literasi digital yang baik.

"Kalau dari sekarang tidak diberi pemahaman, bonus demografi ini tidak akan kita rasakan," tuturnya.

Lebih lanjut Sri Wahyuni mengungkapkan kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan dari tahun ke tahun.

Berdasar data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), kata dia, dalam kurun dua tahun terakhir kasus kekerasan terhadap anak di Kaltim terbilang tinggi, mencapai 695 kasus pada 2023. “Hingga Mei 2024 ini kasus kekerasan anak sebanyak 284 kasus,” sebutnya.

Ia mengatakan melonjaknya kasus kekerasan terhadap anak bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran keluarga untuk melaporkan kasus kekerasan.

Banyaknya unit pelayanan perlindungan perempuan dan anak membuat keberanian masyarakat dan keluarga melaporkan dan menyampaikan pengaduan terkait kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan mereka.

"Sebanyak 30 persen penduduk Kaltim merupakan anak-anak yang kelak menjadi bonus demografi bagi Benua Etam sebagai generasi Indonesia emas," kata Sri Wahyuni.
 

 

Pewarta: Arumanto

Editor : M.Ghofar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024