Samarinda (ANTARA Kaltim) - Petani sawit rakyat atau plasma diajak mengembangkan sistem tumpang sari dengan kedelai selama masa menunggu hingga tanaman sawit menghasilkan buah karena tiap hektare kebun sawit bisa menghasilkan 1,8-2 ton kedelai bijih kering.

"Kelapa sawit akan berbuah pada kisaran 3-4 tahun, sehingga setelah ditanam pasti ada masa menunggu, di masa inilah merupakan kesempatan melakukan tumpang sari dengan kedelai karena pohon sawit masih belum tinggi," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Kaltim H Ibrahim di Samarinda, Selasa.

Menurutnya, pengembangan pola tumpang sari dimaksudkan agar lahan sawit yang belum berbuah tetap menghasilkan, karena menanam kedelai bisa dipanen pada kisaran 80-90 hari, sedangkan untuk menunggu panen kelapa sawi memerlukan waktu beberapa tahun.

Dia berharap agar petani plasma sawit mau memanfaatkan masa replanting untuk menanam kacang-kacangan seperti kedelai.

Dorongan tersebut dilakukan karena yang terjadi selama ini adalah petani tidak memanfaatkan lahan yang telah ditanami sawit, mereka hanya menunggu sawit berbuah sambil merawat lahan yang ada.

Apabila pola tumpang sari itu diterapkan, maka yang diuntungkan adalah petani itu sendiri karena ketika mereka menanam kedelai, secara tidak langsung juga melakukan perawatan terhadap lahan sawit sehingga mereka akan mendapatkan keuntungan berlipat, yakni selain buah sawit juga bisa panen kedelai.

Saat ini lanjut dia, harga bijih kering kedelai di tingkat pasar pada kisaran Rp7 ribu per kilogram (kg), apabila dalam 1 hektare dapat menghasilkan 2 ton bijih kering, maka petani akan mendapat hasil penjualan senilai Rp14 juta belum dipotong biaya operasional.

Penghasilan sebesar itu apabila lahan yang ditanami hanya 1 hektare, sedangkan petani plasma di Kaltim rata-rata memiliki lahan antara 3-5 hektare sehingga hasil yang akan diperoleh tentu lebih banyak.

Apabila petani ada yang tidak suka menanam kedelai, maka bisa juga melakukan tumpang sari dengan tanaman palawija lain dan cocok. Pilihan itu tergantung petani masing-masing, tetapi hal yang terpenting adalah memanfaatkan lahan sawit di masa replanting.

Dia juga mengatakan bahwa daerah yang sudah melakukan sistem tumpang sari dengan kedelai adalah di Kecamatan Talisayan, Kebupaten Berau, bahkan sejumlah petani di daerah itu sudah menikmati penjualan hasil tumpang sari tersebut.

Sedangkan bagi petani plasma yang ingin mengembangkan tumpang sari dengan kedelai, pihaknya siap mendukung pemilihan bibit yang tepat untuk iklim dan jenis tanah di lahan sawit, di antaranya dengan menggunakan bibit varietas anjasmoro.  (*)  

Pewarta: M Ghofar

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014