Sebanyak 16 guru besar dan pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi kepada Majelis Kehormatan MK (MKMK).
Para guru besar dan pengajar tersebut tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS). Mereka didampingi oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57).
"Ada empat poin yang kami laporkan di sini yang ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman," kata Program Manager PSHK Indonesia Violla Reininda saat konferensi pers usai mengajukan laporan itu di Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Pertama, kata Violla, para pelapor menilai Anwar Usman memiliki konflik kepentingan (conflict of interest) dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu disebut memberikan ruang kepada keponakan Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden.
"Hal tersebut telah terkonfirmasi dengan yang bersangkutan (Gibran) mendaftarkan (diri) mendampingi calon presiden Prabowo Subianto," ujar Violla.
Baca juga: MK segera bentuk Majelis Kehormatan terkait dugaan pelanggaran etik
Kedua, para pelapor menyebut Anwar Usman, sebagai ketua MK, tidak memiliki judicial leadership (kepemimpinan peradilan) dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut. Anwar Usman disebut tidak menaati hukum acara karena proses peradilan yang dinilai terburu-buru.
"Dan juga secara tidak sesuai dengan prosedur, terutama berkenaan dengan tidak diinvestigasinya kejanggalan berupa penarikan kembali permohonan," imbuh Violla.
Selanjutnya, masih menyangkut ketiadaan judicial leadership, para pelapor menyoroti sikap Anwar Usman ketika menghadapi concurring opinion (alasan berbeda) terhadap putusan MK dari dua hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.
"Berkaitan dengan kepemimpinan beliau ketika menghadapi adanya concurring opinion dari dua hakim konstitusi yang substansi-nya ternyata dissenting opinion, sehingga menimbulkan keganjilan juga di dalam putusan MK," paparnya.
Terakhir, berkenaan dengan komentar Anwar Usman yang dianggap bernuansa mendukung putusan dalam acara "Kuliah Umum bersama Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H." pada tanggal 9 September 2023, di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah.
"Beliau (Anwar Usman) memberikan komentar tentang substansi pengujian undang-undang tentang syarat usia menjadi calon presiden dan wakil presiden," sambung Violla.
Baca juga: MK tolak gugatan batas usia maksimal capres-cawapres 70 tahun
Lebih lanjut, Violla berharap laporan tersebut dapat diperiksa secara objektif oleh MKMK. Pihaknya juga mendorong para hakim konstitusi untuk bersikap kooperatif apabila diperiksa nantinya.
"Juga kami mendorong bahwa proses ini ketika ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang berat, terutama terkait dengan conflict of interest, bisa memberikan sanksi yang setara atau sanksi yang berat berupa pemberhentian secara tidak hormat," ucapnya.
Sejumlah 16 besar guru besar dan pengajar tersebut adalah Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C., Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H., dan Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D.
Berikutnya, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum, Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H., Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H., Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M., Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H., dan Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.,.
Kemudian, Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D, Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A., Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H., Bivitri Susanti, S.H., LL.M., Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M., dan Warkhatun Najidah, S.H., M.H.
Baca juga: Wapres Ma'ruf: Putusan MK tidak terkait kinerja pemerintah
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023
Para guru besar dan pengajar tersebut tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS). Mereka didampingi oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57).
"Ada empat poin yang kami laporkan di sini yang ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman," kata Program Manager PSHK Indonesia Violla Reininda saat konferensi pers usai mengajukan laporan itu di Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Pertama, kata Violla, para pelapor menilai Anwar Usman memiliki konflik kepentingan (conflict of interest) dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu disebut memberikan ruang kepada keponakan Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden.
"Hal tersebut telah terkonfirmasi dengan yang bersangkutan (Gibran) mendaftarkan (diri) mendampingi calon presiden Prabowo Subianto," ujar Violla.
Baca juga: MK segera bentuk Majelis Kehormatan terkait dugaan pelanggaran etik
Kedua, para pelapor menyebut Anwar Usman, sebagai ketua MK, tidak memiliki judicial leadership (kepemimpinan peradilan) dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut. Anwar Usman disebut tidak menaati hukum acara karena proses peradilan yang dinilai terburu-buru.
"Dan juga secara tidak sesuai dengan prosedur, terutama berkenaan dengan tidak diinvestigasinya kejanggalan berupa penarikan kembali permohonan," imbuh Violla.
Selanjutnya, masih menyangkut ketiadaan judicial leadership, para pelapor menyoroti sikap Anwar Usman ketika menghadapi concurring opinion (alasan berbeda) terhadap putusan MK dari dua hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.
"Berkaitan dengan kepemimpinan beliau ketika menghadapi adanya concurring opinion dari dua hakim konstitusi yang substansi-nya ternyata dissenting opinion, sehingga menimbulkan keganjilan juga di dalam putusan MK," paparnya.
Terakhir, berkenaan dengan komentar Anwar Usman yang dianggap bernuansa mendukung putusan dalam acara "Kuliah Umum bersama Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H." pada tanggal 9 September 2023, di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah.
"Beliau (Anwar Usman) memberikan komentar tentang substansi pengujian undang-undang tentang syarat usia menjadi calon presiden dan wakil presiden," sambung Violla.
Baca juga: MK tolak gugatan batas usia maksimal capres-cawapres 70 tahun
Lebih lanjut, Violla berharap laporan tersebut dapat diperiksa secara objektif oleh MKMK. Pihaknya juga mendorong para hakim konstitusi untuk bersikap kooperatif apabila diperiksa nantinya.
"Juga kami mendorong bahwa proses ini ketika ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang berat, terutama terkait dengan conflict of interest, bisa memberikan sanksi yang setara atau sanksi yang berat berupa pemberhentian secara tidak hormat," ucapnya.
Sejumlah 16 besar guru besar dan pengajar tersebut adalah Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C., Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H., dan Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D.
Berikutnya, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum, Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H., Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H., Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M., Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H., dan Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.,.
Kemudian, Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D, Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A., Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H., Bivitri Susanti, S.H., LL.M., Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M., dan Warkhatun Najidah, S.H., M.H.
Baca juga: Wapres Ma'ruf: Putusan MK tidak terkait kinerja pemerintah
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023