Samarinda,  (Antara Kaltim) - "It is better to light a candle than curse the darkness". Peribahasa yang pernah diucapkan Presiden Amerika John F Kennedy ini bermakna "lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan".

Sejatinya dalam menghadapi suatu masalah lebih baik melakukan sebuah tindakan untuk menyelesaikan persoalan itu ketimbang terus mengeluh.

Kata bijak itu agaknya mengilhami para pemangku amanah di Provinsi Kalimantan Timur untuk mencari solusi jitu dalam mengatasi bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di "Benua Etam", termasuk Samarinda, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur.

Kota Samarinda adalah salah satu wilayah di Provinsi Kalimantan Timur yang selalu menjadi "langganan" banjir. Ketika turun hujan sejumlah ruas jalan terendam air, demikian juga permukiman penduduk tak luput dari genangan air.

"Bencana" tahunan itu mendominasi aspirasi yang disampaikan warga pada setiap momen jaring aspirasi atau reses para wakil rakyat di "Benua Etam" ini.

Anggota DPRD Kalimantan Timur Abdurrahman Alhasani mengakui bencana banjir yang biasanya dibarengi dengan arus lalu lintas macet dan kerusakan jalan menjadi keluhan utama yang disampaikan warga.

"Kehadiran kami dalam rangka reses dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat untuk menyampaikan berbagai keluhan. Khusus di Samarinda yang merupakan daerah pemilihan (dapil) saya juga terbanyak keluhan mengenai kerusakan jalan dan banjir," katanya.

Bencana banjir yang semakin parah ini tentunya menghambat aktivitas warga, khususnya di musim hujan seperti saat ini.

Karena itu warga Samarinda dan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kaltim berharap masalah ini segera dicarikan solusi terbaik.

Selama ini muncul kesan saling menyalahkan dalam menghadapi persoalan banjir di Kota Samarinda dan di wilayah lainnya di Provinsi Kalimantan Timur.

Pegiat LSM misalnya menuding pemerintah tidak serius menangani persoalan banjir. Industri pertambangan juga disebut-sebut sebagai "biang kerok" terjadinya musibah tahunan itu.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaliantan Timur , Isal Wardhana mengungkapkan, persoalan banjir di Kota Samarinda sudah terjadi sejak puluhan tahun belakangan ini.

Tudingan miring pun diarahkan kepada pemerintah kota yang dinilai belum serius menangani persoalan banjir.

Samarinda yang letak geografisnya cukup rendah dari permukaan laut turut memengaruhi masalah banjir sulit diatasi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perubahan fungsi ekologi dari hutan kota menjadi kawasan permukiman.

Penyebab utama terjadinya banjir di Kota Samarinda dalam lima tahun belakangan ini diduga karena pertambangan. Banyak daerah resapan air di hulu sudah rusak.

Penyebab terjadinya bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Timur cukup kompleks. Mulai dari dampak buruk penambangan batu bara, perluasan lahan perkebunan kelapa sawit hingga air pasang sungai Mahakam

Samarinda yang letak geografisnya relatif dari permukaan laut turut memengaruhi masalah banjir sulit diatasi. Kondisi ini diperburuk oleh adanya perubahan fungsi ekologi, dari lahan hutan kota menjadi kawasan permukiman.



Solusi jitu

Kondisi ini kemudian mendorong Pemprov Kaltim untuk mencari solusi jitu guna mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, terutama persoalan banjir agar tidak lagi saling menyalahkan dalam menghadapi masalah tersebut.

Pemprov Kalimantan Timur nampaknya tak ingin terjadi perdebatan panjang tanpa ujung dan kesan saling menyalahkan dalam menghapi musibah tahunan itu. Pemerintah "Benua Etam" ini kemudian memelopori upaya mencari solusi terbaik melalui "Rembuk Rakyat".

Untuk mendukung upaya Pemkot Samarinda dalam menangani permasalahan banjir yang selalu melanda warga, Pemprov Kaltim bersama Pemkot Samarinda menggelar Rembuk Rakyat untuk mengatasi persoalan banjir di ibu kota provinsi ini.

Rembuk Rakyat itu digelar hari ini, Selasa (1/4) di Polder Air Hitam Samarinda. Ini dimaksudkan agar tidak terbatas lagi ruang antara pejabat dan masyarakat. Semua akan duduk bersama untuk membahas persoalan yang sama, masalah banjir di Samarinda.

Rembuk ini mengundang seluruh elemen warga Samarinda, mulai dari akademisi, lurah, camat hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan, perwakilan dari LSM akan diberi amanah untuk menjadi tim perumus, sebagai upaya mempercepat mengatasi banjir di daerah ini.

"Kami berharap rembuk ini dapat menghasilkan solusi untuk penanganan banjir di Samarinda. Karena itu, anggota LSM juga kami libatkan untuk menjadi tim perumus, kata Kepala Badan Latihan dan Pengembangan daerah (Balitbangda) Kaltim Hj Halda Arsyad.

Rembuk Rakyat itu menghadirkan Nil Makinuddin dari The Nature Conservancy dan Kahar Al Bahri dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Konsep-konsep cemerlang mereka diharapkan bisa memberikan solusi untuk penanganan banjir di Samarinda.

Menurut Halda, konsep dan ide dari seluruh komponen masyarakat sangat diharapkan agar persoalan banjir di ibukota provinsi ini bisa segera diatasi.

"Konsep dan ide itu tentunya juga sangat diharapkan dari para penggiat LSM yang selama ini selalu memberikan pandangan kritis kepada pemerintah," ujarnya.

Pada Rembuk Rakyat itu semua pemangku amanah dihadirkan, mulai dari lurah dan camat se-Kota Samarinda yang wilayahnya menjadi langganan banjir agar mereka dapat menyampaikan saran dan kritik pada pertemuan itui agar Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim bisa merespon langsung saran yang disampaikan.

"Sesuai arahan Gubernur Awang Faroek Ishak, diminta agar seluruh lurah, camat se-Samarinda hadir dalam acara tersebut. Termasuk LSM-LSM yang selalu kritis memberi pandangan. Pemerintah akan mendengar langsung apa saran dan solusi yang mereka inginkan," ujarnya.

Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menyarankan agar acara Rembuk Rakyat tidak digelar di Lamin Etam atau di gedung-gedung megah, agar rembuk ini benar-benar milik rakyat.

"Kami berharap rakyat mau duduk bersama untuk mencari solusi terbaik dari permasalahan banjir di Ibukota Provinsi Kaltim," kata Halda Arsyad.

Dari Rembuk Rakyat itu diharapkan melahirkan solusi jitu untuk mengatasi persoalan banjir yang menjadi musibah tahunan di sejumlah wilayah di Provinsi Kalimantan Timur terasuk Kota Samarinda.

Melalui upaya itu kita tidak lagi sibuk mengutuk kegelapan, tetapi lebih baik menyalakan lilin, dalam arti tidak lagi saling menyalahkan dan mencari kambing hitam terkait musibah banjir, tetapi mencari solusi terbaik untuk mengakhiri musibah tahunan itu.(*) 

Pewarta: Oleh Masnun Masud

Editor : Masnun


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014