Samarinda (ANTARA Kaltim) - Partisipasi politik masyarakat pada pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Kalimantan Timur pada 10 September 2013 menyisakan berbagai pertanyaan.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Samarinda, Sarosa Hamongpranotomensinyalir, minimnya sosialisasi menjadi salah satu faktor tingginya golput pada pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kaltim.

"Minimnya sosialisasi yang dilakukan penyelenggara dalam hal ini KPU terhadap pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim dimungkinkan menjadi salah satu penyebab rendahnya partisipasi politik masyarakat. Namun, itu hanya salah satu faktor dan masih banyak penyebab lainnya yang menyebebkan tingginya angka golput," ungkap Sarosa Hamongpranoto.

Pengamat Politik dan Hukum dari Universitas Mulawarman Samarinda itu juga tidak menampik jika sikap pesismistis masyarakat terhadap pasangan calon gubernur menjadi penyebab rendahnya partisipasi politik masyarakat.

"Bisa jadi, masyarakat yang masa bodoh dengan pesta demokrasi ini atau mereka (masyakarat) sudah `apriori` pada ketiga pasangan calon tersebut," kata Sarosa.

Pada rapat pleno rekapiitulasi penghitungan suara dan penetapan pasangan gubernur dan wakil Gubernur Kaltim terpilih KPU merilis, dari 2.795.821 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilgub Kaltim di 14 kabupaten/kota di Kaltim dan Kalimantan Utara, sebanyak 1.560.259 pemilih atau 55,81 persen pemilih menggunakan hak pilihnya, sedangkan sebanyak 1.235.562 pemilih atau 44,19 persen tidak menggunakan hak pilihnya atau golput.

"Golput pada ilgub Kaltim 2013 mengalami peningkatan dua persen dibanding pada Pilgub Kaltim putaran kedua pada 2008. Kondisi ini menjadi evaluasi bagi kami (KPU) agar penyelenggaraan pesta demokrasi berikutnya dapat berjalan optimal," ungkap Ketua KPU Kaltim, Andi Sunandar.

Padahal, KPU kata Andi Suandar telah melakukan berbagai upaya, agar masyarakat dapat melaksanakan hak pilihnya pada Pilgub Kaltim tersebut.

"Sosialisasi baik melaui media massa maupun pemasangan spanduk, baliho dan berbagai kegiatan lainnya dalam upaya mengajak masyarakat agar masyarakat berpartisipasi aktif pada pilgub Kaltim, namun angka golput atau warga yang tidak memilih tetap tinggi. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami, pemerintah dan masyarakat agar pelaksanaan pesta demokrasi nanti bisa lebih baik," kata Andi Sunandar.

Salah satu kandidat calon wakil Gubernur Kaltim yang didusung PPP dan PDIP, Aji Sofyan Alex, sangat menyayangkan rendahnya paritisipasi politik masyarakat pada Pilgub Kaltim.

Menurut politisi PDIP yang sempat menjabat sebagai Wakil Ktua DPRD Kaltim itu, Golput yang demikian besar tidak mungkin terjadi begitu saja.

"Angka golput yang sedemikian besar pada Pilgub Kaltim ini harus menjadi pelajaran, apakah masyarakat tidak percaya kepada ketiga calon atau memang sosialisasi KPU Kaltim tidak dilakukan sebagaimana semestinya. Sebab angka golput yang sangat tinggi itu tentunya akan menimbulkan pertanyaan di masyarakat bahwa penggunaan dana lebih Rp240 miliar itu terbuang sia-sia," katanya.

Seharusnya, katanya, hal itu harus dievaluasi agar ke depan terutama pada pemilu 2014 harus diperbaiki agar tidak terjadi lagi.

Kalau terjadi lagi, lanjut mantan Ketua DPD PDI Perjuangan Kaltim itu, sebaiknya uang ratusan miliar itu lebih baik digunakan untuk sosialisasi pendidikan politik kepada masyarakat daripada digunakan untuk pemilu yang tidak jelas hasinya.

Sementara, Direktur Citra Publik Indonesia, Hanggoro CP mengungkapkan, tingginya angka golput pada pemilihan Gubenur dan Wakil Gubernur Kaltim 2013-2018 disebabkan dua hal yakni, faktor teknis dan nonteknis.

"Tingginya angka golput itu disebabkan faktor teknis dan noteknis. Bisa jadi, pemungutan suara pada Selasa yang ditetapkan sebagai hari libur menyebabkan prilaku masyarakat yang menganggap sebagai libur panjang sebab mulai sabtu, Minggu dan Senin sebagai hari terjepit," katanya.

"Pada pilkada di kabupaten/kota di Kaltim yang kami ikuti, tren pemilih malah menurun jika pemungutan suara itu ditetapkan pada hari kerja yang diliburkan. Seperti pada pilkada di Kabupaten Kutai Timur, golputnya malah semakin tinggi karena libur pada hari kerja dan banyak pemilih justru berlibur ke kota lain sehingga tidak menggunakan hak pilihnya," ungkap Hanggoro CP.

Sementara, faktor teknisnya lanjut dia yakni, kurang proaktifnya penyelenggaran pemilu untuk merangsang atau memberikan pemahaman kepada masyarakat agar menggunakan hak pilihnya.

"Harus ada alasan mengapa ia harus memilih di TPS dan harus disadarkan bahwa masyarakatlah sebagai penentu pembangunan dan saya rasa ini yang harus ditekankan oleh penyelenggara pemilu bahwa keterlibatan masyarakat itu penting dalam proses pilkada," ujar Hanggoro CP.

Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat menggunakan hak pilihnya, katanya, penyelenggara pemilu tidak hanya memberikan pandangan melalui publikasi proses pilkada tetapi perlu adanya pendidikan kepada pemilih agar masyarakat semakin banyak berpartisipasi dalam pemilu.

"Kalau di wilayah perdesaan, mungkin alasan pemilih tidak datang karena jarak dari rumah ke TPS cukup jauh namun itu tidak terlalu signifikan. Justru, kecenderungan angka golput di perkotaan jauh lebih tinggi karena merupakan tren nasional yang kecenderungannya lebih apatis dan tidak hanya terjadi di Kaltim. Saya rasa, ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi penyelenggara pemilu," katanya.



Kondisi geografis

Sementara, peneliti Citra Publik Indonesia Fitri Hari mengatakan, salah satu penyebab rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilgub Kaltim karena kondisi geografis Provinsi Kalimantan Timur, yang sebagian wilayahnya sulit dijangkau.

Tingginya angka golput itu diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan CPI dan Lingkaran Survei Indonesia, sebelum pelaksanaan pemungutan suara Pilgub Kaltim.

Dalam memperkuat data dan analisa riset CPI-LSI kata Fitri Hari, survei juga dilakukan melalui penelitian kualitatif dan metode analisis media, FGD serta `indepth interview`.

"Riset pada tingkat pengetahuan responden terhadap pelaksanaan Pilgub Kaltim pada 10 September 2013, 72 persen responden mengaku tahu dan 21 persen tidak tahu. Sementara pada tingkat pengetahuan pemilih terdaftar di TPS, mayoritas menyatakan tahu yakni 90,1 persen dan 5 persen mwngaku tidak tahu dirinya terdaftar," ungkap Fitri Hari.

Pada riset keikutsertaan dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim saat pemungutan suara, walaupun dalam kondisi hujan, atau ada kegiatan lain, sebanyak 82,1 persen responden menyatakan akan datang ke TPS dan 9,3 persen menyatakan tidak akan datang.

CPI-LSI juga kata Fitri Hari melakukan survei terhadap responden terkait adanya pemberian hadiah atau kegiatan pemikat di TPS dan 90,3 persen pemilih mengaku tertarik sementara 4,4 menyatakan tidak akan datang ke TPS.

"Berdasarkan riset yang kami lakukan tersebut, minat masyarakat Kaltim untuk menyalurkan hak pilihnya cukup tinggi. Namun ada kesenjangan antara tingkat keinginan untuk ikut memilih dengan dengan tingkat golput Pilgub Kaltim," ujar Fitri Hari.

Jika merujuk pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim putaran pertama pada 2008, angka golput mencapai 43,3 persen, putaran kedua 42, 9 perser.

Sementara, pada pemilihan umum legislatif 2009, tingkat golput di Kaltim mencapai 33 persen dan pemilihan presiden 29,29 persen.

"Jadi, rata-rata golut pada Pilgub Kaltim 2013 diperkirakan 37, 12 persen namun ini baru perkiraan saja," kata Fitri Hari.

Berdasarkan riset tersebut, tingginya angka golput pada Pilgub Kaltim disebabkan, banyak TPS berada di wilayah pedalaman dan aksesnya sulit dijangkau.

Penyebab lain kata Fitri Hari yakni, kurangnya sosialisasi dan undangan dari KPU, hari pemungutan suara ditetapkan sebagai hari libur dapat membuat `sleeping voter` karena adanya pengaruh `long weekend` serta adanya apatisme penduduk terhadap penyelenggaran pilkada.

"Untuk meminimalisir angka golput, para pemangku kebijakan dan pihak yang berkepentingan du Pilgub Kaltim diharapkan memaksimalkan kedatangan pemilih sebanyak-banyaknya di TPS," ungkap Fitri Hari. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013