Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memberikan advokasi pembentukan Bina Keluarga Pekerja Migran Indonesia (BKPMI), seiring adanya kerentanan yang dialami di tempat kerja hingga keluarga yang ditinggal kerja.

"Kerentanan tidak hanya di tempat kerja, berbagai kerentanan bisa dialami keluarga yang ditinggal kerja," ujar Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Junainah di Samarinda, Kamis.

Kerentanan tersebut, katanya, meliputi masalah pengasuhan bagi anak yang ditinggalkan, terjadinya ketidakharmonisan hubungan keluarga hingga masalah pengelolaan remitansi (transfer uang dari pekerja di luar negeri ke Indonesia).

Menurutnya, hasil penelitian menyatakan sebanyak 40 persen anak pekerja migran Indonesia (PMI) memiliki perkembangan psikososial kurang baik, seperti prestasi anak menurun atau perkembangan yang tidak meningkat dan lainnya.

Sementara dari laporan UNICEF menunjukkan bahwa anak usia remaja yang ditinggal orang tuanya bekerja di luar negeri lebih berisiko melakukan penyimpangan sosial dan terlibat dalam tindakan tidak baik, seperti membolos sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, dan lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan efek negatif yang ditimbulkan anak akibat kurangnya peran orang tua yang menjadi pekerja migran sehingga ini perlu mendapatkan perhatian khusus, itu sebabnya DKP3A Kaltim melakukan advokasi pembentukan BKPMI.

Ia melanjutkan, data penempatan pekerja migran asal Kaltim ke luar negeri tahun 2019 sebanyak 100 orang, tahun 2020 sebanyak 37 orang, dan tahun 2022 sebanyak 37 orang.

Sementara data pengaduan pada tahun 2019 sebanyak 7 orang, tahun 2020 sebanyak 5 orang, dan tahun 2022 sebanyak 2 orang.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), data kekerasan di tempat kerja asal Kaltim tahun 2017 sebanyak 8 kasus dengan 8 korban, 2018 sebanyak 5 kasus dengan 5 korban, 2019 sebanyak 9 kasus dengan 9 korban, 2020 sebanyak 8 kasus dengan 8 korban, dan tahun 2021 sebanyak 6 kasus dengan 6 korban.

"Untuk korban berdasarkan kelompok usia adalah sebanyak 69 persen korban perempuan dewasa, 25 persen perempuan yang masih anak-anak, dan 6 persen laki-laki dewasa," ujarnya.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022