Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis  Universitas Mulawarman (Unmul) Muhammad Ikbal menyebutkan kenaikan harga sawit bisa saja terjadi dalam dua bulan ke depan asal beberapa asumsi terpenuhi.
 

“Seperti konsumsi minyak goreng kembali normal, baik  dalam negeri ataupun luar negeri seperti China dan India sebagai konsumen terbesar minyak goreng dari Indonesia,” katanya di Samarinda, Selasa..

Kemudian adanya kebijakan pemerintah yang mengeluarkan subsidi terhadap minyak goreng sehingga harganya kembali normal Rp14 ribu dan pabrik beroperasi kembali, sehingga permintaan kembali menjadi normal. Dengan begitu, harga sawit juga akan naik.

Ikbal menjelaskan, secara teoritis jika harga sawit turun maka harga minyak goreng turun, namun pada kenyataannya hal tersebut belum tentu terjadi.

Karena  katanya memang para industri tentu akan menahan minyak goreng tersebut dengan mencoba untuk mempertahankan harga agar bisa lebih tinggi sesuai dengan harga pasar dalam  satu, dua bulan terakhir yaitu sekitar Rp25 ribu per liter.

Dikemukakannya, harga sawit mengalami penurunan yang cukup drastis dalam satu minggu terakhir di beberapa daerah penghasil sawit di Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan bahkan mencapai angka Rp600 per kilogram.

"Padahal sebelumnya memang sempat dijual dengan harga Rp2.800. Artinya penurunan ini sangat tajam dan mengagetkan bagi para petani sawit di beberapa daerah di Indonesia," tuturnya.

Ikbal  menyebutkan ada tiga faktor penyebab turunnya harga minyak goreng. Pertama, faktor dari pasar global yang memang mengalami penurunan sangat signifikan dari sebelumnya 1.500 USD per ton menjadi 1.440 USD per ton terhitung sekitar tanggal 22 Juni 2022.

Faktor kedua katanya adalah dimana saat ini menjelang Idul Adha sehingga di beberapa daerah yang merayakan Idul Adha tentu membutuhkan uang.

"Karena para petani butuh uang maka mereka menjual seadanya, yang penting dapat uang dalam jangka waktu pendek," ungkapnya.

Sementara faktor ketiga ialah permintaan pabrik yang menurun. Beberapa pabrik di Kalimantan dan Sumatera melakukan penutupan sementara yang berdampak pada turunnya permintaan.

"Sehingga, secara ekonomi jika permintaan menurun maka harganya mengalami penurunan. Penutupan pabrik ini disebabkan oleh permintaan luar negeri yang menurun juga terhadap konsumsi kelapa sawit, khususnya di China dan India," jelas Ikbal.
 

Pewarta: R'Sya Rahmadina

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022