Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan selama 30 hari ke depan terhadap tersangka mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN).
Ardian merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021.
"Tersangka MAN kembali dilakukan perpanjangan penahanan untuk 30 hari ke depan berdasarkan penetapan penahanan dari Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat oleh tim penyidik terhitung 3 April 2022-2 Mei 2022 pada Rutan KPK Gedung Merah Putih," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ali mengatakan pemanggilan saksi-saksi masih diagendakan oleh tim penyidik sebagai bentuk pengumpulan alat bukti dalam melengkapi berkas perkara penyidikan tersangka Ardian.
KPK telah menetapkan Ardian bersama Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar (LMSA) sebagai tersangka.
KPK menjelaskan Ardian memiliki tugas antara lain menjalankan bentuk investasi langsung pemerintah berupa pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemda, melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Investasi tersebut berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M Syukur agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode M Syukur, Andi Merya juga meminta bantuan LM Rusdianto Emba, yang juga telah mengenal baik Ardian.
Selanjutnya pada Mei 2021, Laode M Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta. Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta Ardian mengawal dan mendukung proses permohonan pinjaman dana tersebut.
KPK menduga Ardian meminta kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang setara 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman.
Rinciannya, 1 persen untuk saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen untuk penilaian awal dari Kemenkeu, dan 1 persen untuk penandatanganan nota kesepahaman antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Andi Merya memenuhi keinginan Ardian dan mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur. Pemberian uang sebagai tahap awal kompensasi itu juga diketahui LM Rusdianto Emba.
KPK menduga dari sejumlah Rp2 miliar tersebut, Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta, dan Laode M Syukur menerima Rp500 juta.
Ardian diduga aktif memantau proses penyerahannya, meskipun saat itu dia sedang melaksanakan isolasi mandiri dengan selalu berkomunikasi terhadap beberapa orang kepercayaan yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Laode M Syukur.
KPK menyebut permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
Ardian merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021.
"Tersangka MAN kembali dilakukan perpanjangan penahanan untuk 30 hari ke depan berdasarkan penetapan penahanan dari Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat oleh tim penyidik terhitung 3 April 2022-2 Mei 2022 pada Rutan KPK Gedung Merah Putih," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ali mengatakan pemanggilan saksi-saksi masih diagendakan oleh tim penyidik sebagai bentuk pengumpulan alat bukti dalam melengkapi berkas perkara penyidikan tersangka Ardian.
KPK telah menetapkan Ardian bersama Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar (LMSA) sebagai tersangka.
KPK menjelaskan Ardian memiliki tugas antara lain menjalankan bentuk investasi langsung pemerintah berupa pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemda, melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Investasi tersebut berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M Syukur agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode M Syukur, Andi Merya juga meminta bantuan LM Rusdianto Emba, yang juga telah mengenal baik Ardian.
Selanjutnya pada Mei 2021, Laode M Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta. Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta Ardian mengawal dan mendukung proses permohonan pinjaman dana tersebut.
KPK menduga Ardian meminta kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang setara 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman.
Rinciannya, 1 persen untuk saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen untuk penilaian awal dari Kemenkeu, dan 1 persen untuk penandatanganan nota kesepahaman antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Andi Merya memenuhi keinginan Ardian dan mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur. Pemberian uang sebagai tahap awal kompensasi itu juga diketahui LM Rusdianto Emba.
KPK menduga dari sejumlah Rp2 miliar tersebut, Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta, dan Laode M Syukur menerima Rp500 juta.
Ardian diduga aktif memantau proses penyerahannya, meskipun saat itu dia sedang melaksanakan isolasi mandiri dengan selalu berkomunikasi terhadap beberapa orang kepercayaan yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Laode M Syukur.
KPK menyebut permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022