Executive Director Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Tonny Wagey mengatakan pemanfaatan alat geotagging berpotensi mendongkrak pendapatan wisata Raja Ampat, Papua Barat, dari pelancong yang ingin menyaksikan langsung paus biru.
"Kajian geotagging tidak hanya sekadar menghitung populasi hewan, tapi kita juga bisa membaca pola migrasi mereka. Itu bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan wisatawan yang ingin melihat hewan paus biru. Wisata itu nilainya jutaan dolar AS," kata Tonny Wagey dalam konferensi pers di Sorong, Kamis.
Ia mengatakan ICCTF bekerja sama dengan Reef Ceck sebagai lembaga monitoring dan edukasi keanekaragaman hayati telah memasang geotagging pada bagian tubuh hewan laut langka dari spesies paus biru dan pari manta di sekitar kawasan Raja Ampat.
Tonny mengatakan geotagging berfungsi sebagai alat pelacak berbasis metadata untuk mengidentifikasi geografis dan terkoneksi dengan perangkat satelit. Pelacakan paus biru dapat membantu wisatawan untuk menyaksikan langsung hewan bernama latin Balaenoptera musculus.
Dilansir dari laporan Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources/IUCN) tren populasi paus biru dewasa per 16 Maret 2018 berjumlah 5.000 hingga 15.000 ekor di dunia.
"Kami sudah pasang geotagging pada paus biru di Laut Sawu. Kita pasang di paus biru karena perannya besar dalam menyerap karbon dioksida. Dalam sepekan setelah pemasangan geotagging, dia sudah ada di Australia. Dia lewat dari kutub utara ke kutub selatan," katanya.
Junior Community Development Reef Ceck Derta Prabuning mengatakan hingga saat ini total 11 unit geotagging telah terpasang di paus biru dan pari mata di Raja Ampat sejak awal 2021.
"Ada dua jenis tagging yang dipasang, ada penanda yang berhubungan dengan satelit berjumlah lima unit paus biru dan enam unit tagging akustik yang berhubungan dengan receiver kita pasang di pari manta," katanya.
Ia mengatakan geotagging satelit memanfaatkan teknologi GPS yang memungkinkan pergerakan paus biru dapat termonitor dalam skala luas. Sedangkan geotagging akustik akan memberi sinyal kehadiran pari manta saat melintas di sekitar radius alat receiver.
"Alat receiver akustik ada tiga unit kita pasang di kawasan wisata Holgam dan Wayag," ujarnya.
Ia mengatakan program geotagging juga berhasil mencatat penambahan 35 individu baru pari manta di Raja Ampat dalam setahun terakhir.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
"Kajian geotagging tidak hanya sekadar menghitung populasi hewan, tapi kita juga bisa membaca pola migrasi mereka. Itu bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan wisatawan yang ingin melihat hewan paus biru. Wisata itu nilainya jutaan dolar AS," kata Tonny Wagey dalam konferensi pers di Sorong, Kamis.
Ia mengatakan ICCTF bekerja sama dengan Reef Ceck sebagai lembaga monitoring dan edukasi keanekaragaman hayati telah memasang geotagging pada bagian tubuh hewan laut langka dari spesies paus biru dan pari manta di sekitar kawasan Raja Ampat.
Tonny mengatakan geotagging berfungsi sebagai alat pelacak berbasis metadata untuk mengidentifikasi geografis dan terkoneksi dengan perangkat satelit. Pelacakan paus biru dapat membantu wisatawan untuk menyaksikan langsung hewan bernama latin Balaenoptera musculus.
Dilansir dari laporan Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources/IUCN) tren populasi paus biru dewasa per 16 Maret 2018 berjumlah 5.000 hingga 15.000 ekor di dunia.
"Kami sudah pasang geotagging pada paus biru di Laut Sawu. Kita pasang di paus biru karena perannya besar dalam menyerap karbon dioksida. Dalam sepekan setelah pemasangan geotagging, dia sudah ada di Australia. Dia lewat dari kutub utara ke kutub selatan," katanya.
Junior Community Development Reef Ceck Derta Prabuning mengatakan hingga saat ini total 11 unit geotagging telah terpasang di paus biru dan pari mata di Raja Ampat sejak awal 2021.
"Ada dua jenis tagging yang dipasang, ada penanda yang berhubungan dengan satelit berjumlah lima unit paus biru dan enam unit tagging akustik yang berhubungan dengan receiver kita pasang di pari manta," katanya.
Ia mengatakan geotagging satelit memanfaatkan teknologi GPS yang memungkinkan pergerakan paus biru dapat termonitor dalam skala luas. Sedangkan geotagging akustik akan memberi sinyal kehadiran pari manta saat melintas di sekitar radius alat receiver.
"Alat receiver akustik ada tiga unit kita pasang di kawasan wisata Holgam dan Wayag," ujarnya.
Ia mengatakan program geotagging juga berhasil mencatat penambahan 35 individu baru pari manta di Raja Ampat dalam setahun terakhir.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022