Samarinda (ANTARA Kaltim) - Wakil Gubernur Kalimantan Timur Farid Wadjdy mengatakan bahwa Provinsi Kaltim merupakan salah satu daerah di Indonesia yang rawan aksi terorisme karena ada beberapa hal yang memicunya.
"Di provinsi ini terdapat banyak fasilitas vital, seperti kilang minyak dan bandar udara di Balikpapan, perusahaan LNG, dan perusahaan pupuk di Bontang," ujar Warid Wadjdy yang membacakan sambutan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dalam pelantikan Forum Koordinasi Penanganan Terorisme (FKPT) di Samarinda, Kamis.
Di sisi lain, katanya, Kaltim yang wilayahnya sangat luas dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, bisa menjadi tempat pelarian, penyelundupan senjata, dan sebagai markas pelatihan yang sulit dideteksi aparat.
Kaltim juga perlu terus waspada karena ada beberapa eks narapidana kasus Bom Bali telah menjalani hukuman dan ada pula yang telah dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Balikpapan.
Selain itu, ada indikasi keberadaan kelompok terorisme di Kabupaten Kutai Barat dan kegiatan eks napi kasus Bom Bali yang terdeteksi tinggal di Desa Sukaraja, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
Apabila dicermati, lanjutnya, aksi terorisme di Tanah Air masih hidup dan berkembang karena beberapa sebab, antara lain hukum belum dapat ditegakkan secara adil dan belum menyentuh semua lapisan masyarakat.
Hukum bisa "dibeli" sehingga menyebabkan kekecewaan masyarakat yang mencari keadilan.
Rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, menyebabkan masyarakat mudah terbujuk pihak tertentu, untuk masuk pada suatu kelompok yang kemudian melakukan aksi terorisme.
Kesenjangan sosial berupa kesejahteraan masyarakat dengan tingginya angka kemiskinan, kerap menimbulkan kecemburuan sosial.
Belum terwujudnya good and clean governance dengan masih ditemukannya sejumlah kasus KKN dan mafia pajak. Hal ini kemudian melemahkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Instabilitas politik dan keamanan yang dipicu oleh masalah penegakan demokrasi dan Pemilihan Presiden, Pemilu, serta Pilkada yang tidak dilaksanakan secara jujur dan adil.
Lemahnya pemahaman keagamaan dan menurunnya kesadaran wawasan kebangsaan, sehingga menimbulkan keinginan disintegrasi bangsa.
Sebab lainnya, katanya, adalah masih terbatasnya kualitas dan kapasitas intelijen negara dalam mendeteksi secara dini, kemungkinan terjadinya aksi terorisme.
"Berbagai permasalahan itu tentu tidak gampang dipecahkan. Untuk itu, terorisme merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama antarapenyelenggara negara, elit politik, penegak hukum, dan tentu saja dengan dukungan semua lapisan masyarakat," ujar Farid. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Di provinsi ini terdapat banyak fasilitas vital, seperti kilang minyak dan bandar udara di Balikpapan, perusahaan LNG, dan perusahaan pupuk di Bontang," ujar Warid Wadjdy yang membacakan sambutan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dalam pelantikan Forum Koordinasi Penanganan Terorisme (FKPT) di Samarinda, Kamis.
Di sisi lain, katanya, Kaltim yang wilayahnya sangat luas dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, bisa menjadi tempat pelarian, penyelundupan senjata, dan sebagai markas pelatihan yang sulit dideteksi aparat.
Kaltim juga perlu terus waspada karena ada beberapa eks narapidana kasus Bom Bali telah menjalani hukuman dan ada pula yang telah dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Balikpapan.
Selain itu, ada indikasi keberadaan kelompok terorisme di Kabupaten Kutai Barat dan kegiatan eks napi kasus Bom Bali yang terdeteksi tinggal di Desa Sukaraja, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
Apabila dicermati, lanjutnya, aksi terorisme di Tanah Air masih hidup dan berkembang karena beberapa sebab, antara lain hukum belum dapat ditegakkan secara adil dan belum menyentuh semua lapisan masyarakat.
Hukum bisa "dibeli" sehingga menyebabkan kekecewaan masyarakat yang mencari keadilan.
Rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, menyebabkan masyarakat mudah terbujuk pihak tertentu, untuk masuk pada suatu kelompok yang kemudian melakukan aksi terorisme.
Kesenjangan sosial berupa kesejahteraan masyarakat dengan tingginya angka kemiskinan, kerap menimbulkan kecemburuan sosial.
Belum terwujudnya good and clean governance dengan masih ditemukannya sejumlah kasus KKN dan mafia pajak. Hal ini kemudian melemahkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Instabilitas politik dan keamanan yang dipicu oleh masalah penegakan demokrasi dan Pemilihan Presiden, Pemilu, serta Pilkada yang tidak dilaksanakan secara jujur dan adil.
Lemahnya pemahaman keagamaan dan menurunnya kesadaran wawasan kebangsaan, sehingga menimbulkan keinginan disintegrasi bangsa.
Sebab lainnya, katanya, adalah masih terbatasnya kualitas dan kapasitas intelijen negara dalam mendeteksi secara dini, kemungkinan terjadinya aksi terorisme.
"Berbagai permasalahan itu tentu tidak gampang dipecahkan. Untuk itu, terorisme merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama antarapenyelenggara negara, elit politik, penegak hukum, dan tentu saja dengan dukungan semua lapisan masyarakat," ujar Farid. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013