Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Bank Indonesia menyebutkan perbankan di Balikpapan terlalu banyak mengambil untung dari nasabahnya dibandingkan dengan perbankan di daerah lain di Indonesia.

"Hal itu ditunjukkan dengan angka Net Interest Margin (NIM, batas keuntungan dari bunga) perbankan Balikpapan yang mencapai 9,15 persen sementara rata-rata nasional hanya 5,34 persen," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Tutuk SH Cahyono, Jumat (19/4).

Menurut dia, tingginya rasio NIM ini menunjukkan perbankan masih menerapkan suku bunga tinggi kepada pinjaman yang diberikan kepada nasabah.

Dia mengharapkan agar NIM tersebut bisa ditekan setidaknya menyamai rasio pada rata-rata nasional.

"Saya masih kurang `happy` dengan NIM ini meskipun ada penurunan dari 9,53 persen pada Kuartal IV/2012 menjadi 9,15 persen pada Kuartal/2013," kata Tutuk Cahyono.

Dengan NIM yang lebih rendah, jelas Tutuk Cahyono, pengusaha akan lebih mudah dalam membayar kredit karena beban bunga yang relatif murah.

Konsumen juga akan mendapatkan harga barang yang lebih murah karena biaya investasi yang dikeluarkan pengusaha lebih rendah.

Tutuk Cahyono juga menegaskan menurunkan NIM tidak akan menggerus pendapatan bunga perbankan karena justru akan mendorong pelaku usaha untuk memperluas dan mengembangkan usahanya.

Di sektor riil memang terlihat bahwa bunga pinjaman yang tinggi tidak menimbulkan masalah bagi industri besar atau yang memiliki rasio pengembalian modalnya cukup tinggi seperti pertambangan, perkebunan dan pengolahan.

Bunga tinggi memberi beban kepada sektor usaha kecil dan menengah, apalagi mikro. Beban bunga juga menghambat mereka mengembangkan usahanya.

Kepala BI Balikpapan itu mengakui bahwa penetapan standar bunga merupakan kebijakan dari kantor pusat perbankan masing-masing, yang umumnya berada di Jakarta.

"Namun perwakilan di daerah tentu bisa mengambil batas bawah acuan tersebut sehingga tidak terlalu membebani sektor lain yang memiliki rasio pengembalian modal cukup kecil," kata Tutuk SH Cahyono.

Selain itu, Tutuk juga menyayangkan adanya peningkatan rasio BOPO (Beban Operasional, Pendapatan Operasional) padahal NIM menurun.

Tutuk berharap kenaikan itu terjadi karena memang ada penurunan pendapatan operasional dan bukan disebabkan oleh biaya beban yang memang tidak perlu dikeluarkan.

Tercatat pada kuartal I/2013, rasio BOPO mencapai 63,79 persen meningkat dibandingkan pada kuartal IV/2012 yang hanya sebesar 56,89 persen. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013