Toha Idris 63 tahun berdagang barang-barang antik dan unik, salah satunya sebuah gendongan bayi pada saat pameran di Jakarta di jual seharga Rp35 juta kepada ekspatriat asal Amerika Serikat.
 

"Di pameran di Jakarta, ditawar orang Rp35 juta, kalau sudah begitu tidak ada lagi rasa lelah dan kerepotan,” kata Toha tersenyum.

Ia mengatakan berdagang barang antik kiranya lebih mudah kalau banyak teman dan kenalan. Berdagang barang antik juga harus suka jalan-jalan.

Di rumahnya Perumahan Graha Indah, Balikpapan Utara, bercat hijau itu penuh berbagai barang yang antik mulai dari dalam rumah hingga halaman, bertebaran barang-barang antik dan unik. Ada meja kursi kayu yang terlihat sangat tua, ada tombak dan sumpit orang Kenyah, ada telabang atau perisai dari kayu besi, tajau atau guci keramik, berbagai pernik.

“Untuk mendapatkan barang-barang ini, saya ya harus jalan-jalan. Masuk kampung keluar kampung ke pedalaman,” tutur Toha yang semasa mudanya bekerja untuk perusahaan tambang batubara Kaltim Prima Coal (KPC) di Sangatta, Kutai Timur.

Toha menuturkan, satu barang antik yang didapatnya dari pedalaman itu antara lain sebuah gendongan anak yang terbuat dari cangkang kura-kura seukuran karung beras 25 kg dengan rangka kayu ulin.

Toha Idris tidak hanya menjelajah kampung-kampung di pedalaman Kalimantan Timur untuk mencari barang-barang unik dan antik itu, tapi juga ke provinsi-provinsi Kalimantan lainnya. Kalimantan Utara, yang dulu bagian dari Kalimantan Timur, habis sudah dikunjunginya hingga kampung paling terpencil.

Dia pun hapal Kalimantan Selatan dan orang-orangnya yang menyukai pusaka-pusaka dan senjata-senjata khas seperti mandau. Kalimantan Tengah hingga Kalimantan Barat, Pontianak hingga Putussibau, tidak luput dari radar Toha dan juga istrinya Mesiah, 49.

Menurut Mesiah, pelanggan atau pembeli barang antik mereka memang kebanyakan orang asing yang bekerja di sektor migas dan batu bara era 1992 hingga era 2019.

“Ketika itu mereka ingin sesuatu sebagai simpul kenang-kenangan, ini loh, saya dulu bekerja di tempat asal barang ini,” kata Toha.

Sebagian dari ekspatriat itu kawan Toha di Sangatta, Kutai Timur semasa dia bekerja untuk KPC. Setelah Toha menyelesaikan kontraknya, kontak dengan teman-teman itu terus terpelihara.

Selesai jadi karyawan, Toha jadi punya waktu mencari dan mengurus barang-barang antik, dan mulai menjualnya juga.

“Tahun 1991 kami resmi berjulan barang antik. Agar orang tahu apa yang kami jual, kami jajakan barangnya,” tutur istri Toha, Mesiah.

Setahun kemudian, 1992, Mesiah dan Toha menyewa toko di Jalan Yos Sudarso di Sangatta. Masa jadi pedagang keliling pun berakhir.

Peminat-peminat barang antik datang sendiri ke tokonya. Barang dagangannya pun mulai beraneka macam, dari kerajinan khas dayak hingga barang bernilai seni dan berharga jual tinggi.

Setelah toko di Sangatta makin berkembang dan usahanya semakin maju, Mesiah dan Toha pindah ke Balikpapan untuk mendapatkan pasar yang lebih besar.  

Toha Idris, barang antik dagangannya mendunia. (ANTARA /Novi Abdi)

“Sebelum wabah COVID-19, kami sempat punya toko di Kebun Sayur, tapi karena COVID, semua sepi, dan kami akhirnya putuskan toko itu ditutup saja. Gantinya kami jualan di rumah,” tutur Toha. Kabar baik, toko di Sangatta tetap menyumbang keuntungan.

“Ada saja yang laku. Mandau antik yang dilego Rp12 juta, antara lain,” kata Toha semringah. Apalagi kemudian ada Pertamina yang menyalurkan bantuan modal untuk usahanya.

Selain dibuat dari baja pilihan, mandau itu bergagang tanduk rusa dan kayu ulin. Perlu sebulan mengukir ulin dengan pahat tajam untuk mendapatkan karya itu.

“Jelas pembuatannya tak bisa sehari jadi. Memerlukan kesabaran dan ketekunan,” kata Toha.

“Karena itu kemudian ia layak dihargai puluhan juta,” timpal Mesiah. 
 

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021