Samarinda (ANTARA Kaltim) - Warga empat kecamatan di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, terisiolir akibat belum beroperasinya penerbangan bersubsidi ke wilayah tersebut.

Kepala Adat Besar Apau Kayan, Ibau Ala, di Samarinda, Jumat (18/1) malam, mengatakan sedikitnya 15 ribu warga di empat kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia tersebut, kekurangan berbagai kebutuhan pokok setelah kontrak penerbanan bersubsidi berakhir pada 31 Desember 2012.

"Sejak 1 Januari 2013 hingga saat ini, tidak ada lagi penerbangan bersubsidi di empat kecamatan di wilayah Apau Kayan sehingga kondisi masyarakat yang jumlahnya mencapai 15 ribu jiwa itu sudah sangat memprihatinkan dan saat ini masyarakat mulai kekurangan kebutuhan pokok," katanya.

Empat kecamatan yang merupakan wilayah adat Apau Kayan itu, kata Ibau Ala, yakni, Kecamatan Kayan Ulu, Kayan Selatan, Kayan Ilir, dan Sungai Boh.

Wilayah Apau Kayan, katanya, hanya bisa diakses melalui jalur udara, sedangkan jalur darat terdekat dari Kabupaten Kutai Barat ke Desa Mohak Baru, Kecamatan Sungai Boh, masih berupa jalan tanah sehingga sulit dilalui kendaraan.

Selama ini, penerbangan ke wilayah perbatasan dari Bandara Temindung Samarinda ke Bandara Long Ampung, Kecamatan Kayan Selatan yang merupakan satu-satunya akses untuk menjangkau tiga kecamatan lainnya di wilayah adat Apau Kayan tersebut, dilayani oleh maskapai penerbangan Susi Air sebagai pemenang lelang penerbangan bersubsidi 2012.

Harga tiket untuk penerbangan bersubsidi dari Bandara Temindung Samarinda ke Bandara Long Ampung, yakni Rp280 ribu per orang, sedangkan barang Rp12.500 per kilogram. Harga tiket penerbangan nonsubsidi dengan lama terbang satu jam 20 menit Rp1,7 juta.

Selama ini, katanya, penerbangan bersubsidi ke wilayah Apau Kayan berlangsung lima kali seminggu menggunakan Susi Air, pemenang lelang penerbangan bersubsidi pada 2012 yang hanya berkapasitas 12 penumpang.

"Namun, sejak kontrak Susi Air berakhir pada 31 Desember 2012, tidak ada lagi penerbangan bersubsidi. Warga sempat mencarter pesawat namun harganya sangat mahal yakni Rp1,7 juta per orang," kata Ibau Ala.

Seorang perwakilan masyarakat Apau Kayan di Samarinda, Sonda Ihin, menyayangkan lambatnya proses lelang penerbangan bersubbsidi ke wilayah perbatasan tersebut.

"Kami mendengar sampai saat ini proses lelang masih berlangsung namun belum ada kepastian lelang penerbangan bersubsidi ke perbatasan itu sehingga masyarakat di empat kecamatan di wilayah Apau Kayan sangat khawatir. Jika kondisi itu terus berlangsung bagaimana mereka harus makan dan memenuhi kebutuhan lainnya," katanya.

Warga Apau Kayan, kata dia, berharap pemerintah segera mencari solusi agar masyarakat setempat bisa kembali mendapatkan berbagai kebutuhan pokok dari Indonesia.

"Selama ini warga di sana sangat bergantung dengan Malaysia, sebab untuk memenuhi berbagai kebutuhan pokok terpaksa mereka harus membeli di Malaysia walaupun harus menempuh perjalanan lebih 40 kilometer, sebab akses ke Apau Kayan ke wilayah Indonesia yakni ke Samarinda hanya bisa melalui transportsi udara," kata Sonda Ihin.

Warga Apau Kayan, katanya, berharap bahwa proses lelang penerbangan bersubsidi itu segera terealisasi sehingga transportasi ke wilayan perbatasan tersebut kembali terbuka.

"Kami berharap, pemerintah segera mencari solusi sehingga kondisi seperti ini tidak lagi terjadi pada tahun-tahun berikutnya dan warga Apau Kayan tidak lagi terisolir setiap berakhirnya kontrak penerbangan bersubsidi itu," kata Sonda Ihin.  (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013