Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota DPRD Kaltim Syaparudin meminta pemerintah mencabut izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan izin usaha pertambangan (IUP) eks Kuasa Pertambangan (KP) yang telah merusak lingkungan.
"Harus ada ketegasan dari pemerintah pusat dan bupati/wali kota dalam melihat kondisi ini. Demikian pula dengan gubernur, sesuai kewenangannya. Kerusakan alam akibat penambangan batubara tidak berwawasan lngkungan saatnya dihentikan. Jika tidak, maka alam daerah ini akan semakin hancur," kata Syaparudin di Samarinda, Jumat.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Sekretaris Komisi I ini mendukung apabila pemerintah pusat dan bupati/walikota, termasuk gubernur sesuai kewenangannya, bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan tambang batu bara yang nakal.
Kerusakan alam akibat pertambangan batu bara di Samarinda, Kutai Kartanegara dan sejumlah daerah lain sudah waktunya tak membuat para pemimpin daerah berpangku tangan saja.
"Terutama Samarinda dan Kutai Kartanegara, perlu ada tindakan tegas dari wali kota dan bupati setempat. Miris kalau kita melihat ratusan kubangan bekas tambang dari udara," kata politisi yang juga Ketua GP Ansor Kaltim ini.
Khusus di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto, akibat pertambangan batu bara dari konsesi seluas 67.766 hektare, sebagian besar kini rusak parah dan hutan yang masih ada semakin terancam karena sedikitnya ada 100 kuasa pertambangan (KP) batu bara beroperasi di sekelilingnya.
"Khusus di Bukit Soeharto harus ada sikap konkret sehingga operasi KP bisa dikendalikan," ujar Syaparudin.
Menurut Syaparudin, buruknya reklamasi pasca tambang menjadi pemicu kuat kerusakan alam akibat panambangan.
Apalagi pengawasan dari SKPD terkait sangat lemah, sehingga reklamasi tak berjalan optimal.
Agar pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota mempunyai basis data yang kuat dan akurat, katanya, maka perlu dilakukan audit lingkungan secara terbuka terhadap perusahaan-perusahaan tambang batu bara baik pemegang izin PKP2B maupun IUP.
"Kalau perlu libatkan auditor lingkungan independen dari kalangan kampus. Unmul dan berbagai perguruan tinggi lainnya di Kaltim saya pikir siap membantu," kata Syaparudin.
Dia menegaskan, upaya menjaga kelestarian lingkungan di Kaltim melalui program Kaltim Hijau, maupun proyek percontohan moratorium izin baru konversi hutan alam dan lahan gambut kerja sama Indonesia dan Norwegia tak banyak manfaatnya, apabila laju kerusakan alam akibat pertambangan batu bara terus dibiarkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Harus ada ketegasan dari pemerintah pusat dan bupati/wali kota dalam melihat kondisi ini. Demikian pula dengan gubernur, sesuai kewenangannya. Kerusakan alam akibat penambangan batubara tidak berwawasan lngkungan saatnya dihentikan. Jika tidak, maka alam daerah ini akan semakin hancur," kata Syaparudin di Samarinda, Jumat.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Sekretaris Komisi I ini mendukung apabila pemerintah pusat dan bupati/walikota, termasuk gubernur sesuai kewenangannya, bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan tambang batu bara yang nakal.
Kerusakan alam akibat pertambangan batu bara di Samarinda, Kutai Kartanegara dan sejumlah daerah lain sudah waktunya tak membuat para pemimpin daerah berpangku tangan saja.
"Terutama Samarinda dan Kutai Kartanegara, perlu ada tindakan tegas dari wali kota dan bupati setempat. Miris kalau kita melihat ratusan kubangan bekas tambang dari udara," kata politisi yang juga Ketua GP Ansor Kaltim ini.
Khusus di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto, akibat pertambangan batu bara dari konsesi seluas 67.766 hektare, sebagian besar kini rusak parah dan hutan yang masih ada semakin terancam karena sedikitnya ada 100 kuasa pertambangan (KP) batu bara beroperasi di sekelilingnya.
"Khusus di Bukit Soeharto harus ada sikap konkret sehingga operasi KP bisa dikendalikan," ujar Syaparudin.
Menurut Syaparudin, buruknya reklamasi pasca tambang menjadi pemicu kuat kerusakan alam akibat panambangan.
Apalagi pengawasan dari SKPD terkait sangat lemah, sehingga reklamasi tak berjalan optimal.
Agar pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota mempunyai basis data yang kuat dan akurat, katanya, maka perlu dilakukan audit lingkungan secara terbuka terhadap perusahaan-perusahaan tambang batu bara baik pemegang izin PKP2B maupun IUP.
"Kalau perlu libatkan auditor lingkungan independen dari kalangan kampus. Unmul dan berbagai perguruan tinggi lainnya di Kaltim saya pikir siap membantu," kata Syaparudin.
Dia menegaskan, upaya menjaga kelestarian lingkungan di Kaltim melalui program Kaltim Hijau, maupun proyek percontohan moratorium izin baru konversi hutan alam dan lahan gambut kerja sama Indonesia dan Norwegia tak banyak manfaatnya, apabila laju kerusakan alam akibat pertambangan batu bara terus dibiarkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013