Penajam (ANTARA News Kaltim) - Polres Penajam Paser Utara (PPU) sejak Januari hingga Juli 2012 berhasil mengamankan bahan bakar minyak bersubsidi, jenis premium dan solar yang kepemilikannya melanggar Undang-Undang Minyak dan Gas.
"BBM yang diamankan sebagai barang bukti tersebut berasal dari 12 perkara. Masing-masing perkara melibatkan sebanyak 13 orang tersangka. Setiap tangkapan jumlah BBM yang diamanakan berbeda jika menggunakan jeriken rata-rata 10 hingga 20 jeriken ukuran 35 liter, selain itu tersangka juga menyimpan BBM menggunakan drum," jelas Kapolres PPU, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Sugeng Utomo, Senin (6/8).
Januari hingga Juni lalu, lanjut Kapolres, jumlah BBM yang berhasil diamankan total sebanyak 4.175 liter atau 4,1 ton, terdiri dari premium 3,695 liter dan solar 480 liter.
Sedangkan untuk Juli, total sebanyak 2.240 liter atau 2,2 ton lebih terdiri dari minyak tanah 900 liter dan bensin 1,340 liter sehingga total jumlah BB BBM yang diamankan sebanyak 6.415 liter atau setara 6,4 ton lebih.
Semakin maraknya aktivitas "illegal oil" di PPU, menurut Sugeng, berawal adanya pemberian peluang dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU kepada para pengetap yang secara tidak langsung melegalkan penjualan BBM secara eceran.
"Bahkan memberikan regulasi yang melindungi para pengetap pelaku `illegal oil`, seperti dengan adanya kesepakatan bersama jika Harga Eceren Tertinggi (HET) Rp6 ribu per liter bagi pengecer BBM di PPU," ujarnya.
Aturan tersebut, tegas Kapolres jelas telah melanggar, tetapi terjadi pembiaran dan tetap dilaksanakan. Peraturannya, BBM subsidi tidak bisa dijual pada tempat yang tidak memiliki izin, namun Pemkab malah memberikan dukungan.
Bahkan Peraturan Bupati (Perbup) yang disampaikan kepada bupati terkait pembatasan pembelian BBM subsidi juga ditolak.
"Akibatnya makin marak para pengetap BBM, untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya BBM subsidi di Stasiun Pengisian bahan Bakar umum (SPBU) ataupun Agen Penjual Minyak dan Solar (APMS). Apalagi kami menduga antara pengetap dan petugas SPBU ada main mata sehingga pengisian BBM makin tidak terkontrol," tegas Sugeng.
Selain itu, masalah penertiban para pengecer BBM yang berjualan dipinggirjalan, kata Kapolres menjadi wewenang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), karena para pengecer ini, telah terbukti melanggar Peraturan Daerah (Perda) PPU Nomor 17 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum (Tibum), di mana pengecer dalam berdagang tidak memiliki izin dari pemerintah setempat.
"Kami telah berupaya memberantas para pengetap BBM, terbukti hingga Juli ini kami telah berhasil mengamankan ribuan liter BBM termasuk memproses pelakunya sesuai hukum, kini tinggal dukungan Satpol PP selaku penegak Perda untuk melakukan penertiban pengecer BBM," ujar Sugeng. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"BBM yang diamankan sebagai barang bukti tersebut berasal dari 12 perkara. Masing-masing perkara melibatkan sebanyak 13 orang tersangka. Setiap tangkapan jumlah BBM yang diamanakan berbeda jika menggunakan jeriken rata-rata 10 hingga 20 jeriken ukuran 35 liter, selain itu tersangka juga menyimpan BBM menggunakan drum," jelas Kapolres PPU, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Sugeng Utomo, Senin (6/8).
Januari hingga Juni lalu, lanjut Kapolres, jumlah BBM yang berhasil diamankan total sebanyak 4.175 liter atau 4,1 ton, terdiri dari premium 3,695 liter dan solar 480 liter.
Sedangkan untuk Juli, total sebanyak 2.240 liter atau 2,2 ton lebih terdiri dari minyak tanah 900 liter dan bensin 1,340 liter sehingga total jumlah BB BBM yang diamankan sebanyak 6.415 liter atau setara 6,4 ton lebih.
Semakin maraknya aktivitas "illegal oil" di PPU, menurut Sugeng, berawal adanya pemberian peluang dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU kepada para pengetap yang secara tidak langsung melegalkan penjualan BBM secara eceran.
"Bahkan memberikan regulasi yang melindungi para pengetap pelaku `illegal oil`, seperti dengan adanya kesepakatan bersama jika Harga Eceren Tertinggi (HET) Rp6 ribu per liter bagi pengecer BBM di PPU," ujarnya.
Aturan tersebut, tegas Kapolres jelas telah melanggar, tetapi terjadi pembiaran dan tetap dilaksanakan. Peraturannya, BBM subsidi tidak bisa dijual pada tempat yang tidak memiliki izin, namun Pemkab malah memberikan dukungan.
Bahkan Peraturan Bupati (Perbup) yang disampaikan kepada bupati terkait pembatasan pembelian BBM subsidi juga ditolak.
"Akibatnya makin marak para pengetap BBM, untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya BBM subsidi di Stasiun Pengisian bahan Bakar umum (SPBU) ataupun Agen Penjual Minyak dan Solar (APMS). Apalagi kami menduga antara pengetap dan petugas SPBU ada main mata sehingga pengisian BBM makin tidak terkontrol," tegas Sugeng.
Selain itu, masalah penertiban para pengecer BBM yang berjualan dipinggirjalan, kata Kapolres menjadi wewenang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), karena para pengecer ini, telah terbukti melanggar Peraturan Daerah (Perda) PPU Nomor 17 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum (Tibum), di mana pengecer dalam berdagang tidak memiliki izin dari pemerintah setempat.
"Kami telah berupaya memberantas para pengetap BBM, terbukti hingga Juli ini kami telah berhasil mengamankan ribuan liter BBM termasuk memproses pelakunya sesuai hukum, kini tinggal dukungan Satpol PP selaku penegak Perda untuk melakukan penertiban pengecer BBM," ujar Sugeng. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012