Di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang seharusnya melakukan physical distancing, tidak menyurutkan salah seorang "kartini" Kota Samarinda, Kalimantan Timur, untuk tetap berjuang "menyungaikan" sungai.

Pejuang sungai yang kerap mengampanyekan sungai agar diperlakukan layaknya sungai ini adalah Naniek Hardjanie. Namun, di komunitasnya, ia lebih akrab disapa Keinan. Panggilan ini sesuai dengan namanya di media sosial, facebook.

Wanita 62 tahun ini adalah mantan Kepala Instalasi Farmasi Kota Samarinda (yang mengelola kebutuhan obat untuk Puskesmas di Kota Samarinda).

Keinan yang pensiun tahun 2016 ini memanfaatkan waktu senggangnya untuk pemulihan Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda, setahun sebelum ia pensiun.

Sebelum pandemi COVID-19, di sela kesibukannya mengurus butik dan galeri baik yang di Kota Samarinda maupun yang di Kota Malang, ia selalu menyempatkan waktu untuk merawat SKM seperti menanam bibit pohon, menyirami, bahkan memungut sampah di sungai ini.

Namun, setelah adanya wabah virus Corona, waktu untuk mengurus galeri dan butik nyaris tidak menyita perhatian karena pembelinya jauh menurun, kalau pun ada, ia mengarahkan pekerjanya dari jauh dan melakukan penjualan secara daring, sehingga waktu luangnya lebih banyak diarahkan ke SKM.

"Kalau untuk menanam pohon di jalur hijau SKM tidak berpengaruh, justru saat ini lebih aman guna menghindari keramaian di kota dan kejenuhan di rumah, dengan berkegiatan di SKM baik merawat atau menanam pohon, justru kita bisa melakukan 'physical distancing'," katanya.

Sehari sebelum masuk Ramadhan, ia juga berencana mengajak 2-3 orang untuk merawat pohon yang sudah ditanam, termasuk merawat stek pohon di Keinan Kanopi yang baru-baru ini dibabat menggunakan alat berat, kemudian menanam lagi di ruang yang belum tertanami.

"Perbedaannya, kalau selama pandemi ini, untuk sementara kita tidak melayani permintaan komunitas yang ingin bergabung merawat SKM, mereka tidak datang dengan jumlah banyak orang karena kita sama-sama menjaga jangan sampai ada penularan COVID-19," ucapnya.

Beberapa hari lalu, ketika Keinan menanam bibit pohon di garis sempadan SKM bersama tiga “kartini” lain, yakni Syuraidah, Dilla, dan Fitriani, dalam kesempatan itu ia juga membagi-bagikan alat pelindung diri berupa masker kepada sejumlah warga Samarinda.

Keinan yang juga penasehat di komunitas Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda ini, kerap mengingatkan teman-temannya selalu menjaga kesehatan di tengah pandemi agar tubuh imun dan tidak mudah terserang berbagai jenis virus.

Perjuangannya untuk memulihkan sungai sampai sekarang belum kendur meski sungai ini belum juga pulih. Ia menyebut menyungaikan sungai karena sungai memang harus diperlakukan layaknya sungai.

Sungai, katanya, bukan hanya untuk manusia, namun banyak mahkluk lain yang perlu hidup di dan dari sungai. Bahkan, sungai juga bukan tempat pembuangan sampah, sehingga ia berharap warga sadar untuk tidak membuang sampah ke sungai yang airnya juga masih dikonsumsi warga tersebut.

"Selama ini kebanyakan orang hanya berpikir bahwa sungai hanya untuk kepentingan manusia, sehingga pola pikirnya adalah bagaimana bisa menciptakan sungai yang indah dan nyaman untuk dinikmati manusia," katanya.

Akibatnya, sungai tidak diperlakukan layaknya sungai, dengan kata lain, tidak menyungaikan sungai, sehingga dilakukan penurapan terhadap sungai atau dibeton agar manusia nyaman duduk di atas beton, sedangkan dampak terhadap keberlangsungan sungai itu tidak dipikirkan.

Padahal, katanya, banyak makhluk lain yang butuh sungai untuk hidup dan berkembang seperti manusia, seperti ikan, udang, dan jasad renik lainnya. Diharapkan bagian tengah dan hulu SKM dibiarkan alami alias tidak tersentuh proyek penurapan.

Bibir sungai yang dibeton dapat dipastikan pinggirnya akan curam atau tegak lurus dan tidak ada rerumputan maupun jenis tumbuhan lain, padahal aneka tumbuhan yang secara alami di pinggir sungai banyak manfaatnya bagi makhluk lain, hal ini jarang dipikirkan orang.

"Ikan misalnya, akan sulit berkembangbiak di sungai yang tidak ada rumputnya, apalagi dengan pinggir tidak landai, karena ikan perlu tempat sembunyi dan menetaskan telur di rerumputan, maka sungai harus dibiarkan alamiah untuk tempat hidup berbagai habitat, kecuali ada tanaman liar tidak terkendali, baru kita kendalikan," katanya.

Aneka rerumputan maupun tumbuhan liar di pinggir sungai juga berfungsi sebagai filtrasi alami, sehingga jika ada limbah cair dari rumah tangga yang dibuang ke parit, secara alami akan diserap oleh aneka rerumputan plus akarnya agar di daerah hilirnya bisa berkurang racunnya.

Selain itu, tumbuhan dan berbagai jenis pohon yang hidup di garis sempadan maupun daerah aliran sungai (DAS) juga memiliki banyak fungsi, seperti sebagai hutan kota karena di Samarinda sangat minim ruang terbuka hijau.

Fungsi lain dari pohon di garis sempadan antara lain sebagai tempat berteduhnya berbagai habitat dan berbagai jenis burung. Ini karena pohon yang tumbuh secara alami di pinggir sungai, kebanyakan buahnya menjadi makanan favorit burung, bahkan satwa seperti monyet pun sering memakannya.

Untuk itu, ia meminta masyarakat atau siapapun tidak menebang pohon yang tumbuh di DAS Karang Mumus maupun di sungai-sungai lainnya, karena banyak makhluk lain yang hidupnya bergantung pada alam.

"Ruang sungai seperti rawa dan aneka pohon yang ada juga jangan dihabisi, karena bagian sungai yang terpenting adalah aliran airnya. Untuk menjaga kuantitas, kualitas, dan kontinuitas air sungai, pohon, rawa, dan bukit-bukit adalah penentunya," tutur Keinan.  *

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020