Pemerhati Sektor Kelautan dan Perikanan Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengatakan, dampak kebijakan yang dikeluarkan mantan menteri KKP diduga menjadi penyebab masuknya kapal China ke perairan Natuna karena perairan ZEE kosong sehingga kapal China dengan leluasa masuk ke kawasan tersebut.


Diterangkan oleh BHS, Regulasi yang tertuang dalam Peraturan Dirjen Tangkap melalui SE No. D.1234/DJPT/PI.470.D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)/SIPI/SIKPI. 

Dengan pembatasan maksimum kapal tangkap berukuran 150 GT akan menimbulkan banyak kerugian. 

"Kerugian tersebut di antaranya kapal tidak dapat berlayar hingga mencapai wilayah ZEE baik dari sisi konstruksi dan stabilitas karena tidak mampu menghadapi gelombang yang besar. Kemudian efisiensi daya angkut hasil ikan yang tidak visible dari sisi teknis dan ekonomis dibandingkan biaya operasional karena ukuran kapal terlalu kecil," ungkap BHS saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (8/1/2020).

Dampak dari regulasi tersebut, kata BHS berakibat ribuan kapal nelayan yang memiliki GT diatas 150 tidak beroperasi sehingga mengakibatkan kekosongan di wilayah ZEE.

"Ada sekitar 1.000 lebih kapal tidak bisa beroperasi, kapal-kapal tersebut hanya bersandar di pesisir laut, ada di Muara Baru, Muara Angke, Indramayu, Pekalongan, Pati, Banyuwangi. Nah seharusnya kalau kapal-kapal nelayan itu beroperasi, mereka juga bisa turut serta mengamankan dan menjaga laut kita dari kapal-kapal China atau asing," ujar pria yang juga cabup Sidoarjo itu.

Diterangkan mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 dan pria yang hobi olahraga itu juga mengkritisi kebijakan mantan Menteri KKP yakni tidak setuju dengan adanya Permen KP No 32/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup yang melarang penggunaan cantrang, pukat, troll kecil (jaring aktif) yang juga berakibat beralihnya pengunaan dengan menggunakan gillnet (jaring pasif). 

"Penggunaan Gillnet tersebut dapat mengganggu pelayaran dunia khususnya seperti di wilayah perairan Laut Natuna karena dalam penggunaannya dapat mencakup radius wilayah hingga 10 km. 

Hal itu dapat mengganggu dan membahayakan kapal-kapal logistik maupun penumpang Internasional yang melintas di jalur internasional yang terpadat di dunia," katanya. 

"Padahal nelayan dari negara Vietnam, Tiongkok dan lain-lain masih menggunakan Pukat yang dikarenakan dilarangnya penggunaan Gillnet di alur pelayaran internasional," imbuhnya.

Karena itu, BHS berharap, di bawah koordinasi Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru dapat dilakukan pencabutan atau perubahan regulasi dan kebijakan yang selama ini menyulitkan dunia industri perikanan Indonesia, khususnya masyarakat nelayan kecil demi mendapatkan keuntungan ekonomi dan bertujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Pewarta: AHM

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020