Anggota DPR-RI periode 2014-2019 Bambang Haryo Soekartono menyebutkan UU nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaranhinggha saat ini masih belum layak untuk dilakukan revisi.


Menurut mantan anggota Komisi V DPR-RI itu dalam rilis yang diterima Kaltim.antaranews.com, revisi UU pelayaran dikhawatirkan justru akan menghilangkan asas cabotage dana  mengancam kedaulatan negara dan juga devisa negara.

Hal itu karena, kata Bambang, dalam asas cabotage itu, pelayaran domestik dan juga pelabuhan dikelola oleh Indonesia sehingga devisa transport bisa diterima Indonesia.

Saat ini pelabuhan internasional Indonesia ada 141 pelabuhan, sehingga hal itu mengakibatkan pelayaran-pelayaran asing bisa masuk ke seluruh pelabuhan di Indonesia beda dengan Amerika yang betul-betul memprotek pelabuhan dan pelabuhan internasional hanya ada 5.

"Kita berharap Indonesia seperti Amerika, pelabuhan Internasional harus dikurangi, karena dikhawatirkan akan masuk barang-barang ilegal dan imigran gelap dan itu membahayakan keutuhan negara kita,” Katanya.

Bambang menambahkan, selain devisa dan keamanan, jika pelayaran asing masuk ke dalam negeri maka pelayaran dalam negeri dikhawatirkan tersingkir, itu sangat berbahaya terhadap keberlangsungan transportasi laut Indonesia.

"Kapal-kapal dalam negeri mati dan akan melumpuhkan ekonomi secara total sedangkan sekarang ini, transportasi laut kita sudah ada 25 ribu lebih dibawah INSA, 9 ribu dibawah Pelra, serta kurang lebih sekitar 8 ribuan kapal perikanan, ini sebenarnya satu aset nasional yang luar biasa besar dan ini tidak boleh sampai dimatikan," tegas Bambang.

kalau ini sampai dilumpuhkan, maka sebagai negara maritim yang memiliki laut 2/3 sudah bukan lagi menjadi negara kelautan, kalau misalnya kapal-kapal dalam negeri ini akan digusur oleh kapal-kapal asing itu.

Jadi menurut Bambang, pengusul revisi UU No 17 Tahun 2008 tentang pelayaran bisa disebut sebagai pengkhianat bangsa dan barangkali Presiden Jokowi tidakmengerti mengenai ini, tutup Bambang.

Pewarta: AHM

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019