Ujoh Bilang, (Antaranews Kaltim) - Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Provinsi Kalimantan Timur, menyatakan bahwa sumber air bersih dari Gunung Batu Majang, kabupaten setempat, merupakan air yang laik dikonsumsi berdasarkan uji laboratorium.

   
"Tim Laboratorium Dinkes Mahulu sudah mengambil sampel di dua bak penampungan air bersih di Kampung Batu Majang Jumat (30/11), berdasarkan uji lab (laboratorium), secara umum airnya layak konsumsi," ujar Kepala Dinkes Mahulu, drg Agustinus Teguh Santoso di Ujoh Bilang, Kamis.
   
Pengambilan sampel air tersebut dilakukan setelah adanya permintaan dari Pemerintah Kampung Batu Majang untuk melakukan uji kelayakan air, karena sejak beberapa tahun silam air tersebut dikonsumsi warga untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai air minum.

Alasan lain dari permintaan uji sampel adalah karena Batu Majang ingin menjadikan air tersebut dikembangkan menjadi air minum dalam kemasan.

Keinginannya adalah agar air air minum bisa dijual ke desa lain, bahkan ke daerah lain karena sumber air bersih ini berasal dari pegunungan yang masih alami, yakni di atas kawasan itu belum ada aktivitas yang bisa merusak kandungan air.

Teguh mengatakan, laboratorium yang ia miliki baru sebatas untuk mengetahui layak atau tidaknya air untuk dikonsumsi, belum bisa meneliti kandungan mikrobiologi, sehingga masih perlu direkomendasikan Uji Mikrobiologi Air ke Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, jika air tersebut akan ditingkatkan menjadi air minum dalam kemasan.

Menurutnya, dalam uji sampel yang airnya diambil dari bak penampung, hasil lab ditemukan ada kandungan nitrat, sehingga warga perlu membubuhkan tawas untuk menetralkan sebelum airnya dikonsumsi.

Dia tidak dapat memastikan dari mana asal nitrat itu, apakah dari aktivitas pertanian, perusahaan, atau nitrat alami yang dihasilkan oleh kotoran hewan atau akibat pembusukan sisa tanaman.

Sementara Philipus Jaang, aparatur Pemerintah Kampung Batu Majang, menyatakan sumber air bersih dari atas gunung itu tidak ada aktivitas pertanian karena lokasinya sangat tinggi, sehingga tidak mungkin ada warga yang bercocok tanam di situ, apalagi jalan menuju pegunungan juga belum ada.

Dia memperkirakan adanya kandungan nitrat itu bisa jadi dari kotoran hewan atau dari pembusukan sisa tanaman, atau mungkin bisa dikarenakan dari pipa yang rembes. Jika ini masalahnya, maka hal itu akan mudah dicarikan solusi melalui berbagai teknik.

Warga mengkonsumsi air dari gunung tersebut sejak lama, kemudian tahun 2006 mulai dibuatkan bak penampungan dan dialirkan ke rumah penduduk melalui gaya gravitasi, sehingga tanpa bantuan mesin.

"Kemudian tahun 2017 kembali dibuatkan bak penampungan air plus jaringan pipanya, yakni menggunakan Dana Desa senilai Rp323 juta. Mulai tahun 2019, kami akan meningkatkan menjadi air minum dalam kemasan baik melalui Bantuan Keuangan maupun dari Alokasi Dana Desa kabupaten," ucap Jaang.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018