Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur Siti Qomariyah mengaku prihatin terhadap kondisi Daerah Aliran Sungai Karang Mumus di Samarinda yang hingga badan sungainya dirusak warga tetapi dibiarkan pemerintah setempat tanpa ada perbaikan.
"Sebenarnya sudah ada larangan membangun atau memasang patok tanah minimal 10 meter dari bibir sungai, kemudian larangan membuang sampah ke sungai, tapi aturan ini tidak dijalankan pemerintah," ujar Siti Qomariyah di Samarinda, Jumat.
Akibat dari tidak adanya ketegasan pemerintah dan pembiaran terhadap pemasangan patok kapling tanah oleh warga, sehingga perilaku tidak ramah lingkungan terus berlanjut, termasuk banyaknya bermunculan bangunan baru di sepanjang Sungai Karang Mumus (SKM).
Apabila pemerintah tegas, lanjutnya, maka warga tidak akan berani memasang patok kapling tanah di kawasan DAS Karang Mumus, termasuk tidak berani membangun di kawasan itu, karena ketegasan penegakan hukum tentu disertai dengan sanksi sesuai dengan aturan.
Selain itu, masyarakat juga tidak akan berani membuang sampah ke SKM jika perda yang ada dijalankan, yakni Perda Nomor 2 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, karena pelanggar diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp50 juta.
"Waktu saya menyusuri SKM kemarin, saya betul-betul prihatin, karena saya melihat ada puluhan mahasiswa Universitas 17 Agustus Samarinda yang turut membantu memungut sampah, sementara saya juga melihat ada warga yang membuang sampah ke sungai. Sepertinya warga tidak merasa berdosa, mungkin ini karena sudah menjadi kebiasaan," ujarnya.
Untuk itu, ia minta pemerintah setempat aktif turun ke masyarakat dalam memberikan pemahaman terhadap kebiasaan warga yang salah namun tidak merasa bersalah tersebut. Kebiasaan buruk ini terus terjadi karena adanya pembiaran berlarut.
Menurutnya, dalam menyadarkan warga agar paham peran dan fungsi sungai, maka ia minta tidak hanya dilakukan imbauan atau memberi selebaran kepada masyarakat tentang larangan membuang sampah ke sungai, tapi pihak terkait harus turun langusung ke masyarakat untuk menyadarkan.
Selama ini sudah ada LSM Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda yang setiap hari memberikan contoh bagaimana seharusnya merawat sungai, yakni dengan memungut sampah semampunya guna mengajak warga lain tidak membuang di lokasi yang sama.
"LSM ini hanya sendiri dan tidak memiliki kekuatan hukum karena kapasitas LSM memang tidak pada penindakan. Nah, untuk betul-betul bisa mengembalikan fungsi sungai, maka pemerintah harus aktif turun tangan, karena yang memiliki kekuatan adalah pemerintah," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Sebenarnya sudah ada larangan membangun atau memasang patok tanah minimal 10 meter dari bibir sungai, kemudian larangan membuang sampah ke sungai, tapi aturan ini tidak dijalankan pemerintah," ujar Siti Qomariyah di Samarinda, Jumat.
Akibat dari tidak adanya ketegasan pemerintah dan pembiaran terhadap pemasangan patok kapling tanah oleh warga, sehingga perilaku tidak ramah lingkungan terus berlanjut, termasuk banyaknya bermunculan bangunan baru di sepanjang Sungai Karang Mumus (SKM).
Apabila pemerintah tegas, lanjutnya, maka warga tidak akan berani memasang patok kapling tanah di kawasan DAS Karang Mumus, termasuk tidak berani membangun di kawasan itu, karena ketegasan penegakan hukum tentu disertai dengan sanksi sesuai dengan aturan.
Selain itu, masyarakat juga tidak akan berani membuang sampah ke SKM jika perda yang ada dijalankan, yakni Perda Nomor 2 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, karena pelanggar diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp50 juta.
"Waktu saya menyusuri SKM kemarin, saya betul-betul prihatin, karena saya melihat ada puluhan mahasiswa Universitas 17 Agustus Samarinda yang turut membantu memungut sampah, sementara saya juga melihat ada warga yang membuang sampah ke sungai. Sepertinya warga tidak merasa berdosa, mungkin ini karena sudah menjadi kebiasaan," ujarnya.
Untuk itu, ia minta pemerintah setempat aktif turun ke masyarakat dalam memberikan pemahaman terhadap kebiasaan warga yang salah namun tidak merasa bersalah tersebut. Kebiasaan buruk ini terus terjadi karena adanya pembiaran berlarut.
Menurutnya, dalam menyadarkan warga agar paham peran dan fungsi sungai, maka ia minta tidak hanya dilakukan imbauan atau memberi selebaran kepada masyarakat tentang larangan membuang sampah ke sungai, tapi pihak terkait harus turun langusung ke masyarakat untuk menyadarkan.
Selama ini sudah ada LSM Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda yang setiap hari memberikan contoh bagaimana seharusnya merawat sungai, yakni dengan memungut sampah semampunya guna mengajak warga lain tidak membuang di lokasi yang sama.
"LSM ini hanya sendiri dan tidak memiliki kekuatan hukum karena kapasitas LSM memang tidak pada penindakan. Nah, untuk betul-betul bisa mengembalikan fungsi sungai, maka pemerintah harus aktif turun tangan, karena yang memiliki kekuatan adalah pemerintah," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017