Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Pembangunan perluasan kilang minyak Pertamina Refinery Unit V Balikpapan, Kalimantan Timur, ternyata termasuk membabat hutan kota di Kawasan Gunung Sepuluh, Balikpapan.

"Padahal, dalam pembahasan Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) 15 Februari lalu, kawasan itu meskipun berada di dalam lingkungan Pertamina, tetap tidak akan dibuka," kata Direktur Eksekutif Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (Stabil) Jufriansyah di Balikpapan, Rabu.

Oleh karena itu, LSM Stabil menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar agar menegur Pertamina, sekaligus mengingatkan bahwa proyek perluasan kilang tetap harus memperhatikan aspek lingkungan hidup.

"Kami juga meminta Amdal proyek kilang minyak itu dikaji ulang," tambahnya.

Gunung Sepuluh merupakan kawasan hutan yang menghampar dari selatan ke utara di bagian barat daya Kota Balikpapan, dari Teluk Balikpapan hingga bukit-bukit yang dinamai Gunung Dubbs, Gunung Komendur, termasuk kawasan Gunung Pancur.

Gunung Sepuluh dibelah dua oleh Jalan Yos Sudarso atau biasa disebut warga Balikpapan sebagai Jalan Minyak, menjadi Gunung Sepuluh Timur dan Gunung Sepuluh Barat. Seluruh kawasan itu berada di wilayah yang dikuasai Pertamina.

Hutan di Gunung Sepuluh Barat bahkan berada di dalam pagar kilang Pertamina RU V. Di ujung selatan Gunung Sepuluh Barat ada monumen Sumur Mathilda, sumur minyak pertama di Balikpapan dari pengeboran tahun 1887.

"Justru karena itu, keberadaan hutan kota di dalam kilang itu untuk penyeimbang. Kilang melalui flare membuang emisi karbon ke udara dan hutan menyerap emisi itu," papar Jufri.

Apalagi, tambah Jufri, di Gunung sepuluh tumbuh kantong semar (Nepenthes), sejenis tanaman langka yang dilindungi.

Di hutan dengan kerapatan tumbuhan yang cukup baik itu juga hidup kera ekor panjang (Macaca fascicularis), yang penampakannya kadang menjadi hiburan warga yang melintas di Jalan Yos Sudarso.

Menanggapi hal itu, Humas Pertamina Balikpapan Alicia Irzanova menjelaskan tanah Pertamina di Balikpapan, termasuk hutan-hutannya, berada dalam lingkup kawasan industri.

Lahan yang saat ini belum terpakai, Pertamina menanami tanah itu dengan pohon atau membiarkan hutan yang ada.

"Sesuai dengan Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Balikpapan," tegasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa Kementerian LHK menilai Pertamina sebagai perusahaan yang baik dan taat aturan.

Pertamina RU V di Balikpapan sedang menjalankan proyek "Refinery Development Master Plant", yaitu peningkatan kapasitas produksi dan teknologi kilang.

Saat ini Kilang Balikpapan memproduksi berbagai jenis bahan bakar minyak dan gas sebesar 260.000 barel per hari. Jumlah itu akan ditingkatkan menjadi 360.000 barel per hari.

Peningkatan produksi itu untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, sekaligus menekan impor langsung BBM tersebut.

Informasi yang diperoleh menyebutkan peningkatan produksi yang berarti perluasan areal kilang membuat sejumlah fasilitas milik Pertamina yang juga dinikmati masyarakat umum harus dibongkar.

Beberapa rumah tua tempat tinggal karyawan Pertamina di Jalan Dahor yang dibangun sebelum Perang Dunia II dan selamat dari pengeboman Sekutu dalam pendaratannya di Balikpapan pada Juli 1945, kali ini tidak selamat dari pembongkaran justru dalam statusnya sebagai cagar budaya.

Di atas lahan bekas rumah-rumah itu kini dibangun apartemen 23 lantai sebagai ganti perumahan yang tergusur di Karang Anyar.

Begitu pula dengan Stadion Parikesit yang menjadi markas Persiba Balikpapan juga turut dibongkar, sehingga memaksa tim berjuluk "Beruang Madu" menjadi tim musafir ke Malang, Jawa Timur, karena stadion yang sedang dibangun Pemkot Balikpapan di Batakan belum selesai.

"Selama ini Persiba sudah menikmati kebebasan luar biasa dengan menggunakan stadion itu secara gratis sebagai pinjaman, sementara klub-klub lain harus sewa lapangan. Itu sudah bentuk dukungan Pertamina kepada Persiba," kata Irzanova. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017