Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Presiden Joko Widodo menginginkan kasus galian lubang bekas tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Timur yang menelan 16 nyawa sejak 2011 hingga 2016, cepat diselesaikan secara konkret dengan mengacu pada peraturan yang berlaku.

"Bapak Presiden minta masalah ini diselesaikan secara konkret menggunakan UU Mineral dan Batubara, dan mengacu pada UU Nomor 4 Tahun 2009," ungkap Staf Kepresidenan RI Abednego Tarigan di Samarinda, Rabu.

Hal itu ditegaskan Abed dalam rapat Koordinasi Tindaklanjut Penangangan Korban Meninggal di Lubang Tambang di Samarinda, Provinsi Kaltim.

Rakor itu dipimpin Brigjen Pol Supriyanto Tarah, Asisten Deputi Penanganan Kejahatan Konvensional dan Kekayaan Negara Kemenko Polhukam. Acara yang digelar di Kantor Gubernur Kaltim itu juga dihadiri Meliana, Asisten I Setprov Kaltim dan sejumlah pihak terkait.

Selain mengacu pada peraturan tersebut, lanjut Abed, progres penyelesaiannya juga harus jelas, baik terhadap penutupan lubang bekas tambang maupun yang terkait dengan proses hukum terhadap pengusaha tambang yang mengakibatkan timbulnya korban meninggal.

Ia menyatakan presiden sangat terganggu dengan masalah lubang tambang di Samarinda, Kaltim, yang telah merenggut nyawa anak-anak dan rekomendasi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serta Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) soal lubang tambang di Samarinda.

Menurut dia, lubang tambang meninggalkan masalah di banyak provinsi, baik di Kalsel, Bangka Belitung, Jambi dan lainnya. Tapi bedanya, masalah lubang tambang di Kaltim tidak jelas penyelesaiannya dan tidak ada laporan menyangkut progres penanganannya, sementara di daerah lain jelas tindaklanjutnya.

Untuk itu, katanya, kasus lubang tambang di Kaltim harus diselesaikan menggunakan pendekatan hukum. Menyelesaikan masalah lubang tambang dengan UU Minerba diperlukan agar ada kepastian hukum dan pengusaha yang melanggar hukum dikenai sanksi hukum.

"Apabila pengusaha pelanggar hukum namun tidak dihukum, maka Indonesia bisa dikuasai pengusaha perusak lingkungan, sedangkan investor yang taat hukum tidak mau membuka usaha di Indonesia. Presiden sudah tegas, tidak mau Indonesia dikuasai pengusaha perusak lingkungan," tuturnya.

Ia menambahkan presiden ingin masalah di daerah harus dilaporkan terperinci. Begitu pula cara yang dipakai menyelesaikan masalah, juga harus terperinci agar bisa diukur efektifitasnya.

Perincian laporan secara terperinci dimaksudkan supaya diketahui apa saja yang kurang, sehingga jika pemerintah pusat perlu membantu, maka bisa memberikan bantuan dengan cepat dan tepat berkat adanya laporan detail.

"Pengelolaan lingkungan yang tidak baik akan merugikan negara. Contoh, kebakaran hutan dan lahan tahun 2015, negara rugi Rp230 triliun. Setelah masalah kebakaran ditangani tim terpadu, tahun 2016 kebakaran hutan dan lahan berkurang 80 persen. Ini menunjukkan presiden sangat konsen dengan masalah lingkungan," kata Abed.(*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017