Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) meminta kepada Gubernur Kalimantan Timur, segera membentuk Tim Terpadu penanganan korban meninggal di lubang bekas galian tambang batu bara.

"Sejak 2011 hingga 2016, terdapat 16 kasus anak yang meninggal di lubang bekas tambang, namun penanganannya dari sisi hukum masih lemah, makanya harus dibentuk tim terpadu," ujar Asisten Deputi I/V Kemenko Polhukam Brigjen Pol Supryanto Tarah di Samarinda, Rabu.

Hal itu dikatakan Yanto saat pertemuan di Kantor Gubernur Kaltim yang dihadiri Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Pemprov Kaltim Meliana.

Turut hadir dalam pertemuan antara lain Wawali Samarinda Nusyirwan Ismail, Jatam, dan sejumlah dinas terkait di lingkungan Pemprov Kaltim dan Pemkot Samarinda.

Jika masih ditangani secara sektoral seperti yang terjadi selama ini, katanya, maka kasus ini tidak akan selesai karena bisa jadi ada pihak yang tidak terlibat sehingga justru akan muncul saling menyalahkan.

Sedangkan jika ada tim terpadu, tentu melibatkan semua pihak sehingga semua persoalan segera ditemukan titik terang. Sedangkan anggota tim terpadu antara lain mulai dari semua unsur di Pemprov Kaltim hingga Pemkot Samarinda, Polda Kaltim, kejaksaan, hingga Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Yanto melanjutkan, pada 1 Februari 2017 pihaknya mengadakan rapat koordinasi dengan sejumlah pihak. Dalam rapat tersebut memastikan terdapat 16 kasus korban meninggal di lubang bekas tambang selama 2011-2016 di Provinsi Kaltim.

Rincian korban meninggal adalah 11 kasus terjadi di lubang bekas tambang, tiga kasus di lubang bukan bekas tambang, dan dua kasus terjadi di lahan bekas tembang yang sudah menjadi lahan irigasi.

Sedangkan penanganan terakhir kasus korban meninggal adalah terdata 11 tempat kejadian perkara (TKP) di lubang eks tambang, kemudian lima kasus dengan TKP bukan di lubang eks tambang. Dari jumlah itu, ada dua kasus yang berkasnya dinyatakan lengkap.

Dalam rapat tersebut juga ditemukan kendala reklamasi tambang, yakni pengawasan yang masih rendah, hanya 10 persen pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang menempatkan jaminan reklamasi, dan belum adanya anggaran operasional Inspektur Tambang dalam melakukan kegiatan.

"Berdasarkan rapat koordinasi tanggal 1 Februari lalu, Menko Polhukam mengeluarkan empat rekomendasi. Pertama, Menteri ESDM, Menteri LHK, dan Kapolri mengintensifkan koordinasi dan pencegahan agar tidak terulang korban meninggal di lubang bekas tambang," tuturnya.

Rekomendasi kedua adalah Menteri ESDM meningkatkan jumlah pengangkatan Inspektur Tambang dan menempatkan secara proporsional, melengkapi data tambang dari hasil asesment dan kendala penanganannya, kemudian melaporkan kepada Menko Polhukam.

Ketiga adalah Mendagri melakukan kajian terhadap perlunya perubahan Permendagri Nomor 31 tahun 2016, tentang Pedoman Penyusunan APBD dalam mengakomodasi anggaran operasional untuk Inspektur Tambang di daerah.

"Rekomenadi keempat, Gubernur Kaltim segera membentuk Tim Terpadu penanganan korbang meninggal di lubang bekas tambang dengan melibatkan Polda Kaltim dan instansi lain terkait. Tim Terpadu harus fokus pada wilayah lubang yang menjadi TKP korban meninggal dan lubang yang dekat pemukiman," ujar Yanto.(*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017