Samarinda (ANTARA Kaltim) - Di tengah-tengah rapat paripurna ke-39 DPRD Kaltim tentang pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim 2017, Rabu (28/12) sejumlah orang yang mengatasnamakan dirinya Forum Aspirasi Mahasiswa Mahakam (FAMM) berunjuk rasa.
Koordinator aksi Lapaiku dalam orasinya mengatakan pihaknya menuntut penjelasan terkait keterlambatan pembahasan dan pengesahan APBD Kaltim 2017, dari yang seharusnya November mundur menjadi Desember.
Keterlambatan ini menimbulkan tanda tanya sehingga dinilai menimbulkan sejumlah opini yang berkembang di masyarakat luas. Salah satunya pemerintah dan DPRD dianggap lebih memprioritaskan program pembangunan fisik.
Lapaiku menyebutkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pasal 312 menjelaskan, kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.
DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dimaksud dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama enam bulan.
Sanksi sebagaimana dimaksud tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh kepala daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Padahal, banyak bidang dan sektor yang seharusnya mendapat porsi anggaran yang memadai justru seakan dikesampingkan. Dicontohkannya, seperti pendidikan dan kesehatan yang masih dianaktirikan. Selain itu pihaknya juga mempertanyakan tentang Pansus Kesehatan Gubernur, dan Pansus Rumah Sakit Islam Samarinda yang diduga masuk angin, sehingga jalan di tempat.
"Pendidikan dan kesehatan merupakan mutlak bentuk pelayanan dasar kepada masyarakat. Belum lagi peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas kesehatan akan menjadi penopang kehidupan masyarakat dari masa kemasa," kata Lapaiku.
Menanggapi hal itu Anggota DPRD Kaltim Mursidi Muslim menuturkan mundurnya pembahasan APBD dikarenakan terjadinya dinamika perdebatan antara Pemprov dengan DPRD terkait penyusunan program pembangunan dalam arti luas.
Terlebih didasari tren menurunnya pendapatan dan belanja daerah yang masih terjadi, yakni Rp 11 triliun pada 2016 menjadi Rp 8 triliun 2017. “Tidak gampang bagaimana merumuskan anggaran yang defisit dan memprioritaskan banyak program. Hari ini saja dinas pendidikan dengan terpaksa mengambil kebijakan merumahkan pegawai honorer dan kontrak,†tutur Mursidi.
Ditambahkannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, mekanisme pembahasan APBD dilakukan oleh DPRD yang dalam hal ini Badan Anggaran dan pemerintah yakni Tim Anggaran Pemprov Kaltim. Sebelum disahkan, Banggar telah melakukan rangkaian pembahasan termasuk konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Keuangan RI, dan Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Pihaknya, membantah bahwa pengesahan APBD Kaltim 2017 telah lewat dari deadline waktu yang telah ditetapkan sebagaimana peraturan yang berlaku. Sebab semuanya telah melalui sejumlah rangkaian konsultasi dengan pihak yang berkompeten.
"Yang menilai nantinya apakah pengesahan ini terlambat atau tidak adalah pemerintah pusat, karena setelah hari ini disahkan, besok (hari ini, red) Raperda APBD Kaltim 2017 akan dibawa ke Kemendagri RI untuk dievaluasi, jadi lihat bagaimana hasilnya,"jelasnya. (Humas DPRD Kaltim/adv)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
Koordinator aksi Lapaiku dalam orasinya mengatakan pihaknya menuntut penjelasan terkait keterlambatan pembahasan dan pengesahan APBD Kaltim 2017, dari yang seharusnya November mundur menjadi Desember.
Keterlambatan ini menimbulkan tanda tanya sehingga dinilai menimbulkan sejumlah opini yang berkembang di masyarakat luas. Salah satunya pemerintah dan DPRD dianggap lebih memprioritaskan program pembangunan fisik.
Lapaiku menyebutkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pasal 312 menjelaskan, kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.
DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dimaksud dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama enam bulan.
Sanksi sebagaimana dimaksud tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh kepala daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Padahal, banyak bidang dan sektor yang seharusnya mendapat porsi anggaran yang memadai justru seakan dikesampingkan. Dicontohkannya, seperti pendidikan dan kesehatan yang masih dianaktirikan. Selain itu pihaknya juga mempertanyakan tentang Pansus Kesehatan Gubernur, dan Pansus Rumah Sakit Islam Samarinda yang diduga masuk angin, sehingga jalan di tempat.
"Pendidikan dan kesehatan merupakan mutlak bentuk pelayanan dasar kepada masyarakat. Belum lagi peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas kesehatan akan menjadi penopang kehidupan masyarakat dari masa kemasa," kata Lapaiku.
Menanggapi hal itu Anggota DPRD Kaltim Mursidi Muslim menuturkan mundurnya pembahasan APBD dikarenakan terjadinya dinamika perdebatan antara Pemprov dengan DPRD terkait penyusunan program pembangunan dalam arti luas.
Terlebih didasari tren menurunnya pendapatan dan belanja daerah yang masih terjadi, yakni Rp 11 triliun pada 2016 menjadi Rp 8 triliun 2017. “Tidak gampang bagaimana merumuskan anggaran yang defisit dan memprioritaskan banyak program. Hari ini saja dinas pendidikan dengan terpaksa mengambil kebijakan merumahkan pegawai honorer dan kontrak,†tutur Mursidi.
Ditambahkannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, mekanisme pembahasan APBD dilakukan oleh DPRD yang dalam hal ini Badan Anggaran dan pemerintah yakni Tim Anggaran Pemprov Kaltim. Sebelum disahkan, Banggar telah melakukan rangkaian pembahasan termasuk konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Keuangan RI, dan Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Pihaknya, membantah bahwa pengesahan APBD Kaltim 2017 telah lewat dari deadline waktu yang telah ditetapkan sebagaimana peraturan yang berlaku. Sebab semuanya telah melalui sejumlah rangkaian konsultasi dengan pihak yang berkompeten.
"Yang menilai nantinya apakah pengesahan ini terlambat atau tidak adalah pemerintah pusat, karena setelah hari ini disahkan, besok (hari ini, red) Raperda APBD Kaltim 2017 akan dibawa ke Kemendagri RI untuk dievaluasi, jadi lihat bagaimana hasilnya,"jelasnya. (Humas DPRD Kaltim/adv)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016