Samarinda (ANTARA Kaltim)  – Menghindari kebocoran pendapatan asli daerah (PAD), perlu pengawasan ketat. Termasuk terhadap potensi penerimaan retribusi daerah dari setiap SKPD kepada daerah. Pengawasan juga akan meminimalkan kecurangan oknum pegawai nakal yang mencoba meraup keuntungan.

Hal tersebut dikatakan Siti Qomariah, satu dari anggota  Pansus Raperda perubahan atas Perda Provinsi Kaltim Nomor 01 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum, Raperda perubahan atas Perda Provinsi Kaltim Nomor 02 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha dan Raperda perubahan atas Perda Provinsi Kaltim Nomor 03 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan Tertentu DPRD Kaltim.

“Jangan sampai pengawasan yang lemah menyebabkan kebocoran pendapatan daerah semakin bertambah parah, sehingga muaranya membuat masyarakat menjadi menderita,” kata Qamay – sapaan akrabnya.

Demi meminimalkan kebocoran pendapatan tersebut, Pansus menggiring optimalisasi terhadap retribusi daerah pada setiap SKPD untuk melaporkan pendapatannya. Sementara itu, kebocoran retribusi daerah terjadi lantaran sistem penerimaan tidak berjalan secara online.

Pembayaran retribusi daerah secara langsung tanpa melalui sistem online, tentu saja dapat memicu terjadinya kebocoran retribusi daerah secara besar-besaran. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Kaltim ini mempertanyakan. Ia mencontohkan retribusi daerah pada sektor kehutanan sebesar Rp 1,2 juta dengan sewa lapangan sebesar Rp 8 juta. Dimana setoran tersebut dilakukan secara manual, tanpa sistem online.
 
“Kelebihan sisa sebanyak Rp 6,8 juta dari setoran retribusi daerah Rp 1,2 juta perlu mendapatkan pertanyaan, misalnya. Inspektorat Wilayah Kaltim yang bertugas mengawasi retribusi daerah memiliki tanggung jawab harus lebih mengawasi terhadap dana yang ada,” tegasnya. (Humas DPRD kaltim/adv)


Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016